Jakarta, CNN Indonesia -- Butuh kesabaran dalam menghadapi perilaku anak. Tapi ketika kesabaran habis, orangtua bisa kelepasan emosi. Lalu, pada akhirnya terjadilah konflik antara orangtua dan anak.
Konflik dengan anak bukan hanya terjadi di keluarga Anda kok. Hampir setiap keluarga pernah mengalami hal tersebut.
Tapi dalam konflik seperti itu, apa yang harus dilakukan orangtua supaya keadaan berubah? Mengutip dari psychologytoday.com, ada empat panduannya:
1. Menjauhlah dari ‘vertigo’Biasanya, ketika konflik makin intens alias makin sering terjadi, orangtua tenggelam dalam emosional tak berkesudahan. Orangtua jatuh dalam perasaan seperti ‘vertigo’, saat dunia ini seakan-akan berputar tak terkontrol. Kalau dituruti, akan menyulitkan. Jalan keluar terbaik adalah dengan menghindarinya. Ketika konflik makin intens, tanyalah pada diri sendiri: “Apakah saya mau terperangkap terus dalam konflik ini?” Pasti jawaban Anda tidak. Karena itu, ambil waktu untuk melahirkan perspektif baru: Tarik nafas dalam dan bayangkan diri Anda sejam dari sekarang, menikmati berendam yang bikin nyaman, berbaring rileks di ranjang dan membaca buku (yang mungkin sudah lama tak Anda lakukan).
2. Hargai pandangan anakOrangtua cenderung berpikir mereka tahu segalanya, apalagi kalau sedang beradu argumen dengan anak. Tak berarti pendapat anak selalu salah, kan? Kadang-kadang ada alasan logis di balik perilaku mereka dan ini perlu waktu untuk mendengar dan memahami. Ketika anak marah karena merasa diperlakukan tak adil, tanyalah kenapa dia berpikir begitu. Mungkin dia iri atas perlakuan orangtua pada saudaranya yang lain. Atau si anak memang sedang membutuhkan perhatian lebih dari Anda.
3. Berikan anak sedikit otonomiBayangkan betapa tak bebasnya jadi seorang anak. Orangtua mengatur kapan harus bangun, kapan harus tidur, dan bahkan kapan harus bicara. Anak juga ingin punya kebebasan menentukan hidup mereka. Dia ingin memilih sendiri. Suatu kali, misalnya, ketika dia ingin tidur agak lebih larut, jangan sekonyong-konyong menolak. Tapi tanyakan alasannya. Jika masuk akal, tak apa memberikan dia pilihan. Misalnya, “Baiklah, hari ini boleh, tapi besok harus tidur lebih cepat dari biasanya. Bagaimana?”
4. Jangan lakukan pengulanganPeriksa pola konflik yang akan Anda ulangi lagi ketika berkonflik dengan Anak. Misalnya, ketika si sulung menggoda adiknya, Anda pasti akan selalu berteriak padanya dan berkata, “Setop!”. Lalu si anak kemudian membantah Anda dan akhirnya kalian bertengkar. Mengapa tidak diubah kebiasaan itu? Misalnya, alih-alih berkukuh dengan kata “Setop!”, mengapa tak mendekati si anak dan tanyakan, bagaimana menurut dia cara Anda menyikapi perilakunya dan tanyakan alasan dia terus menggoda adiknya.
Begitulah empat panduan yang semoga bisa mengubah konflik dengan anak menjadi hubungan yang baik. Tapi tentu saja, mengubah kebiasaan tak mudah, karena itu jangan berhenti berusaha.
(ded/ded)