ANALISIS

Menguatnya Kembali Bayang-bayang SBY, Megawati, dan Prabowo

Basuki Rahmat | CNN Indonesia
Minggu, 05 Feb 2017 06:36 WIB
Kehadiran ketiga tokoh utama politik nasional sebagai “kiblat” masing-masing kandidat mewarnai masa akhir kampanye pilkada Jakarta.
Tiga pasangan cagub dan cawagub DKI Jakarta 2017 masing-masing berada di tiga poros tokoh nasional yaitu Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Prabowo Subianto. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Konstelasi politik mendekati hari H Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta pada 15 Februari 2017 diwarnai dengan kemunculan Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Megawati Soekarnoputri.

Kehadiran ketiga tokoh politik utama sebagai “kiblat” masing-masing kandidat di masa akhir kampanye pilkada Jakarta merupakan keniscayaan yang mutlak.

Dalam pertarungan —paling bergengsi dibanding pilkada provinsi lain— memperebutkan kursi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Prabowo, SBY, dan Megawati pasang badan di hadapan para pendukung calon yag dijagokan.
Mengejar langkah Prabowo Subianto yang lebih dulu ke terjun ke gelanggang pilkada untuk membantu duet calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno, SBY dan Megawati kemudian muncul di tengah-tengah massa sebelas hari sebelum pencoblosan.  

SBY untuk kali pertama berbicara meyakinkan warga Jakarta agar memilih pasangan cagub dan cawagub Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni. SBY berorasi dalam apel siaga yang digelar oleh tim pemenangan Agus-Sylvi, Sabtu (4/2).
Adapun Megawati menghadiri #KonserGue2 yang diselenggarakan untuk mendukung pasangan cagub dan cawagub Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat. Dalam pidatonya, Megawati mengaku yakin Ahok dan Djarot akan kembali memimpin ibu kota.

Pilkada Jakarta sebagai barometer politik nasional sedari mula memang tak bisa dilepaskan sebagai bentuk adu kekuatan di antara SBY, Megawati, dan Prabowo.
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengulas bahwa sejak awal keterlibatan ketiga tokoh nasional itu dalam ajang Pilkada Jakarta sangat kental sebagai bentuk pertarungan episentrum poros Cikeas, Teuku Umar, dan Hambalang.

“Menurut survei, pengaruh mereka (SBY, Mega, Prabowo) terhadap keterpilihan calon-calon yang diusung cukup tinggi yaitu sekitar 40 hingga 50 persen,” ujar Hendri dalam perbincangan dengan CNNIndonesia.com, Sabtu (4/2).

Menjaga Elektabilitas

Terjunnya SBY dan Megawati ke tengah-tengah para pendukung calonnya dalam Pilkada Jakarta juga tak bisa dihindari untuk mengamankan elektabilitas yang sudah diraup para kandidatnya sepanjang kampanye sejak Oktober 2016 lalu. Terlebih Prabowo sudah lebih dulu beraksi di tengah-tengah warga Jakarta dalam membantu kampanye Anies-Sandi.

“Bukan hanya untuk memperkuat elektabilitas tapi yang lebih utama yaitu untuk menjaga elektabilitas yang sudah ada pada para kandidatnya,” kata Hendri.

Khusus untuk Agus dan Ahok, Hendri mencermati adanya kerawanan kemerosotan elektabilitas dibandingkan jagoan Prabowo yaitu Anies-Sandi yang relatif stabil.
Tingkat keterpilihan Agus dan Sylviana posisinya agak rawan penurunan pascadebat. Sedangkan pada Ahok terbelit status terdakwa kasus dugaan penistaan agama yang belakangan diperkeruh dengan pernyataan Ahok pada sidang kedelapan Selasa lalu yang memunculkan kegaduhan di publik.

Pengamat politik yang juga Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjdjaran Muradi memiliki pandangan lain terkait ihwal terjun langsungya tiga tokoh besar di belakang ketiga pasangan calon dalam kampanye Pilkada Jakarta.

Prabowo Subianto didampingi Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menyampikan orasi politik saat kampanye bertajuk Rabu Bersama Prabowo dan Anies-Sandi, Rabu (1/2). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Prabowo Subianto didampingi Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menyampikan orasi politik saat kampanye bertajuk Rabu Bersama Prabowo dan Anies-Sandi, Rabu (1/2). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Muradi melihat hadirnya para ketum partai pengusung dan pendukung lebih sebagai penegas daripada mendongkrak elektabilitas calon. Jikapun ada, menurut Muradi tidak cukup signifikan karena masing-masing pasangan calon memiliki basis ketokohan yang menjadi pembeda satu dengan yang lain.

“Signifikansinya untuk meningkatkan elektabilitas tidak terlalu berpengaruh, apalagi karakter pemilih di Jakarta lebih kritis dan tidak terlalu silau dengan figur-figur pentas nasional,” kata Muradi kepada CNNIndonesia.com, Sabtu.

Megawati menghadiri #KonserGue2 untuk mendukung Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat di Senayan, Sabtu (4/2).Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Megawati menghadiri #KonserGue2 untuk mendukung Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat di Senayan, Sabtu (4/2).

Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Unpad ini menilai karakter pemilih Jakarta yang kritis juga menjadi pertimbangan mengapa lebih baik menyorongkan kapasitas pasangan calon ketimbang elite politik nasional. “Keberadaan para elite atau ketum partai pengusung lebih banyak menjadi pelengkap dari kampanye yang dilakukan oleh masing-masing pasangan calon.”

Susilo Bambang Yudhoyono berorasi dalam apel siaga yang digelar oleh tim pemenangan Agus-Sylvi, Sabtu (4/2).Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino
Susilo Bambang Yudhoyono berorasi dalam apel siaga yang digelar oleh tim pemenangan Agus-Sylvi, Sabtu (4/2).

Strategi para ketum partai untuk tampil di akhir kampanye juga baik karena kemudian pasangan calon yang berkompetisi menjadi figur yang lebih menonjol dan tidak berada di bawah bayang-bayang para elite yaitu ketum partai pengusung atau pendukung.

Artinya, baik juga memberikan ruang yang lebih besar untuk para pasangan calon dan para ketum partai pengusung bisa menggenapi atas apa yang telah dilakukan oleh pasangan kandidat yang tentunya harus bersandar pada program-program yang ditawarkan selama kampanye. (obs)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER