Jakarta, CNN Indonesia -- Jakarta belum dipastikan bebas gaduh setelah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017, 15 Februari. Kondisi Jakarta disebut akan dipengaruhi sikap para ketua umum partai yang sesungguhnya sedang bertarung dalam pemilihan gubernur.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Sunyoto Usman menjelaskan, hal itu dikarenakan kemajemukan kekuatan tingkat atas partai saat ini.
Pilkada DKI 2017 diikuti 10 partai politik yang terbagi menjadi tiga pasangan calon. Sehingga komunikasi politik di antara ketum partai dinilai menjadi kunci Jakarta kondusif.
Tiga pimpinan partai politik dimaksud yaitu Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, dan Prabowo Subianto.
"Harusnya mereka sepakat menyudahi setelah ada gubernur terpilih,” kata Usman ketika berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Pertarungan Pilkada tak berhenti saat hari pemilihan. Setelah perhitungan suara, partai politik atau melalui masyarakat dapat mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) apabila tak menerima hasil karena merasa terjadi kecurangan.
Pasal 158 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) mengatur kewenangan MK menangani permohonan apabila suara satu calon dengan yang lain berselisih maksimal 2 persen.
Dalam kondisi seperti itu, Usman menggambarkan elite partai sebagai sebuah patron di antara masyarakat yang mayoritas memiliki sifat dasar selalu mengikuti pimpinan.
"Damai tergantung pemimpinnya. Kalau pemimpin bisa membawa damai, akan damai. Kandidat bukan pemimpin. Mereka juga bagian klien," Usman menjelaskan.
Pandangan serupa disampaikan Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet. Jakarta bebas gaduh setelah Pilgub apabila perbedaan sosial disalurkan secara demokratis.
"(Kegaduhan) Mesti berakhir dengan menerima bahwa yang menang adalah suara terbanyak, memiliki legitimasi untuk memimpin Jakarta. Jadi begitu ada pemimpin menang, seluruh perbedaan politik selesai," ucap Robet.
Perbedaan pandangan melibatkan SARA, identitas, bahkan usia memang tak terhindarkan dalam kontes politik. Gubernur terpilih, menurut Robet, telah diberikan legitimasi dan modal kuat untuk menyatukan kembali masyarakat.
Namun ia tak menampik kubu dalam politik kelas menengah sesungguhnya berlanjut melalui media sosial. Hal ini tak akan memicu kegaduhan baru jika secara politik masih rasional dan menunjukkan sikap oposisi yang sehat.
"Jangan yang di luar otoritas dikritik, seperti SAR. Dia lahir kan tanpa dia kehendaki mau agama apa dan etnisnya apa," tuturnya.