Jakarta, CNN Indonesia -- Calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkeras menerapkan sistem pengelolaan satu pintu dalam memberikan pelayanan transportasi massal. Ahok, sapaan Basuki, menyebut lalu lintas ibu kota semrawut karena angkutan publik tidak dikelola bersama dalam satu badan.
Wacana penerapan sistem pengelolaan transportasi massal satu pintu telah dia gaungkan sejak menjabat wakil gubernur DKI mendampingi Joko Widodo 2012 lalu. Ahok cukup ngotot menggabungkan manajemen bus Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja), Metromini, dan angkutan kota atau mikrolet di bawah kendali PT. Transportasi Jakarta (Transjakarta).
Pada Maret 2014, di Balai Kota, Ahok sempat mengatakan realisasi pengelolaan transportasi massal satu pintu itu baru bisa terwujud setelah proyek Mass Rapid Transit (MRT) rampung. Dia kala itu mengidamkan semua angkutan massal bisa terintegrasi dan dinikmati masyarakat hanya dengan satu kali pembayaran.
“Kami perkirakan tidak sampai 3 tahun sudah terintegerasi tiketnya. Kami juga malah mau Kopaja dan Angkot tidak perlu pakai bayar lagi, tidak usah nyetor,” ujar Ahok kala itu.
Tiga tahun berlalu, rencana itu tak kunjung terwujud. Pengelolaan Kopaja, Metromini, dan Angkot masih terpisah. Keberadaan tiga jenis angkutan umum itu juga masih banyak, meski pengurangan armada tercatat hampir tiap tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, ada 2.410 armada bus besar, 3.125 bus sedang, dan 13.529 armada bus kecil atau angkot pada 2014 lalu. Jumlah tersebut menurun setahun setelahnya, dengan jumlah armada bus besar tersisa 2.396, bus sedang 3.024, dan bus kecil 13.690.
 Belum semua Kopaja terintegrasi dengan Transjakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Sejauh ini baru armada milik Kopaja yang berhasil digandeng Pemprov DKI. Itu pun belum semua. Sebagian banyak di antaranya masih berkeliaran di luar koridor jalur Transjakarta.
Hingga Desember 2016 ada 306 unit Kopaja yang sudah dikelola oleh Transjakarta. Padahal, bus berwarna hijau-putih di ibu kota itu jumlahnya mencapai hingga 800 unit.
Meski belum semua unit bergabung dalam payung Transjakarta, Kopaja setidaknya mau berkompromi dengan ide yang ditawarkan Ahok. Walaupun pada praktiknya di lapangan, Kopaja yang terintegrasi dalam busway masih menarik ongkos pada penumpang.
Menurut Direktur untuk Indonesia dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto, bus milik Kopaja berhasil dikelola dalam satu atap karena perusahaan tersebut memiliki posisi kuat dalam manajemen modanya.
Hal serupa belum bisa diterapkan Pemprov DKI terhadap Metromini dan angkot karena kepemilikan dua jenis angkutan itu dipegang individu yang berbeda-beda.
Yoga mengatakan, saat ini Transjakarta sedang menyusun rencana bisnis untuk ditawarkan kepada para pemilik Metromini agar mau diajak bekerja sama. Jika rencana itu berhasil, pengelolaan satu atap juga akan menyasar angkot dalam waktu dua hingga tiga tahun mendatang.
Para pemilik Metromini itu sedang diarahkan untuk langsung bekerja sama secara individu. Transjakarta akan membentuk business unit, sementara para pemilik metromini itu menjadi stakeholdernya.
“Si pemilik bus masih tetap memiliki, tapi busnya baru semua dan ini akan dirawat dan dijalankan oleh Transjakarta. Pendapatannya seperti bagi hasil,” kata Yoga kepada cnnindonesia.com.
Rapor TransjakartaPenurunan jumlah angkutan umum konvensional berbanding terbalik dengan meningkatnya armada Transjakarta.
Pada 2012 lalu, Transjakarta hanya memiliki 565 bus ukuran besar. Jumlah itu meningkat hingga 669 bus pada 2014, dan 1.022 unit tahun lalu.
Penambahan armada Transjakarta diimbangi dengan meluasnya trayek angkutan tersebut. Jalur khusus Transjakarta, atau busway, saat ini tak terbatas pada 12 koridor utama saja.
Ada 80 rute yang dilayani Transjakarta hingga akhir tahun lalu. Jumlah itu meningkat dari 39 rute yang dibuka pada 2015.
Ahok juga membebaskan biaya penggunaan Transjakarta bagi anak sekolah yang memiliki Kartu Jakarta Pintar, buruh, dan lansia. Tak hanya itu, layanan gratis juga diberikan pada purnawirawan tentara dan polisi yang memiliki identitas Jakarta.
Namun kemajuan Transjakarta bukan berarti tanpa catatan. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai moda transportasi berbasis bus itu masih perlu dibenahi terutama dari segi operasional, pelayanan, serta infrastruktur.
Dari segi standar operasional, MTI mencatat masih ada beberapa koridor busway yang belum steril dari kendaraan lain. Bus Transjakarta kerap terjebak macet di sejumlah ruas jalan sempit yang tak menyisakan lahan untuk jalur bebas hambatan (busway).
 Bus Transjakarta menjadi salah satu moda transportasi yang diandalkan pubik. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Sementara untuk urusan pelayanan, Ombudsman RI menilai masalah utama Transjakarta adalah masih banyak armada bus yang tak nyaman untuk penumpang. "Masih banyak bus yang tak layak dan tak nyaman untuk digunakan," ujar pimpinan Ombudsman Alamsyah Saragih.
Sejak tahun lalu, Transjakarta tercatat telah menjalankan program Transjakarta Care yang mengutamakan pelayanan bagi disabilitas. Layanan tersebut menyediakan angkutan umum gratis bagi penyandang disabilitas untuk bepergian.
Meski demikian, Alamsyah menyebut Transjakarta belum mengakomodir kebutuhan para penyandang disabilitas. Pasalnya, hampir semua pemberhentian koridor tidak disertai fasilitas akses penunjang bagi penyandang disabilitas untuk bisa menuju halte Transjakarta.
Persoalan lainnya menyangkut infrastruktur Transjakarta yang dianggap masih harus perlu mendapat banyak perbaikan. Selain banyak kondisi halte yang tidak terawat, insiden rusaknya sejumlah bus Transjakarta, yang seringkali berujung terbakar, juga menjadi perhatian publik.
Menanggapi situasi tersebut, Ahok beserta pasangannya di Pilkada DKI 2017, Djarot Saiful Hidayat, berjanji akan meningkatkan pelayanan transportasi bus dengan penambahan jumlah armada sebanyak 3.000 bus, menambah rute Transjakarta, serta menerapkan fleet management berbasis IT untuk mencapai satu juta penumpang per hari.
Pasangan calon nomor urut dua itu juga berjanji mengintegrasikan seluruh operator bus dalam Transjakarta agar standar pengelolaan dan pelayanan bus di seluruh rute bisa bersaing dengan kota-kota maju di dunia serta bisa dievaluasi berkala dengan indikator yang terukur.
Keteteran LRT dan MRT Catatan lain Ahok di bidang transportasi selama menjabat sebagai Gubernur DKI ada pada hal pembangunan angkutan massal berbasis kereta.
Realisasi pembangunan MRT yang merupakan proyek Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Light Rail Transit (LRT) garapan Pemerintah Pusat, mulai bergeliat. Konstruksi jalur cepat dua jenis moda transportasi kereta cepat itu telah terpancang di beberapa kawasan ibu kota.
Pembuatan jalur bawah tanah MRT di sepanjang Jalan Sudirman hingga Bundaran Hotel Indonesia telah dimulai sejak 2015 lalu. Pembangunan rel di atas tanah juga berjalan beriringan.
Untuk mengejar target penyelesaian proyek sebelum Asian Games 2018, Pemprov DKI mengebut pembangunan rute dan sarana penunjang MRT serta LRT.
Penyempitan jalan pun terjadi di beberapa ruas jalur utama Jakarta. Selain itu, sengkarut pembebasan lahan juga sempat memperlambat pembangunan MRT di kawasan Jalan Fatmawati.
Sebagai catatan, hingga pertengahan 2016 lalu ada beberapa bidang lahan di kawasan Fatmawati yang belum berhasil dibebaskan Pemprov DKI Jakarta. Padahal, lahan di daerah tersebut berperan penting dalam proyek MRT.
Sebelum cuti untuk berkampanye di putaran pertama Pilgub DKI, Ahok sempat mengatakan bahwa kesulitan pembebasan lahan disebabkan oleh keberadaan oknum pejabat yang ‘bermain’.
Ia mengimbau warga berani melaporkan oknum Pemprov yang usil agar pembebasan lahan berjalan lancar. Ancaman pemecatan pun ia lontarkan bagi oknum Pemprov yang dia sebut turut menghalangi pembebasan lahan untuk MRT.
“Saya menduga ada oknum karena orang sudah mau jual, duit ada, kenapa tidak mau bayar,” kata Ahok 11 September 2016.
 Pengunjung melihat maket proyek LRT Jakarta pada Pameran Transportasi di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta, Rabu, 29 Maret 2017. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Pembebasan lahan yang sempat terhambat baru tuntas kala Ahok cuti dan perannya digantikan Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono. Pada Desember 2016 Pemprov DKI berhasil membayar 127 titik lahan prioritas yang berada di kawasan Fatmawati.
Setelah lahan dibayar, Pemprov DKI menutup sebagian besar ruas Jalan Fatmawati. Penutupan itu rencananya dilakukan hingga Agustus 2017.
Walau pembebasan lahan di lokasi vital telah dilakukan, proyek MRT fase pertama diprediksi baru tuntas Februari 2019. Moda transportasi itu kemungkinan hanya dapat digunakan sebagian kala Asian Games 2018 digelar.
Sebelum pembangunan MRT selesai, warga ibu kota harus rela menghadapi kesemrawutan jalan di sepanjang Lebak Bulus hingga Bundaran HI. Kemacetan menjadi konsekuensi atas revitalisasi atau pemugaran sarana transportasi publik.
Meski begitu, Direktur ITDP Indonesia Yoga Adiwinarto menilai tak ada terobosan radikal yang dilakukan Ahok dalam pembangunan MRT dan LRT di ibu kota. Ia dianggap hanya tinggal meneruskan warisan gubernur-gubernur terdahulu, Fauzi Bowo dan Jokowi.
“Memang MRT dan LRT kalau Pak Ahok hanya meneruskan saja mulai dari zaman Fauzi Bowo yang dulu menandatangani perjanjian kerja sama pinjamannya, lalu Pak Jokowi memulai konstruksinya. Peran Pak Ahok saya pikir tidak terlalu dominan, ia hanya melanjutkan dari apa yang sudah dimulai,” kata Yoga.
Pada moda transportasi berbasis kereta, perhatian khusus diberikan terhadap pembangunan LRT. Penggarapan proyek dengan rute pertama membentang dari Kelapa Gading hingga Velodrome dianggap dipaksakan.
Pemaksaan terlihat dari pendeknya rute fase pertama pembangunan LRT. Terhitung hanya 6 kilometer rute yang membentang dari Kelapa Gading hingga Velodrome.
“Itu kelihatannya setelah Asian Games akan kurang (animonya), karena orang tidak terlalu banyak yang berakhir perjalanannya di Velodrome. Artinya harusnya lebih panjang lagi (rute) untuk LRT,” ujarnya.
Nasib ERP dan Pembatasan MotorPembenahan transportasi publik Jakarta juga dilakukan Ahok dengan cara membatasi akses ruang gerak sepeda motor di jalan-jalan protokol ibu kota. Hingga awal 2017, sepeda motor dilarang melewati Jalan MH. Thamrin hingga Medan Merdeka Barat pada jam-jam tertentu.
Ahok semula berencana membatasi gerak sepeda motor hingga Jalan Sudirman. Pemasangan rambu penunjang rencana itu bahkan sudah dilakukan sejak tahun lalu.
Namun, hingga saat ini pengendara sepeda motor masih bebas melaju di salah satu jalan protokol itu. Wacana penerapan sistem electronic road pricing (ERP) untuk membatasi jumlah kendaraan roda empat di ruas jalan yang sama juga belum terealisasi hingga sekarang.
 Rencana penerapan ERP hingga kini belum ada tindak lanjut. (Antara Foto/Zabur Karuru) |
Untuk ERP, Pemprov DKI bahkan harus merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 149 Tahun 2016 tentang Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik karena dianggap memicu praktik monopoli pengadaan barang pada proyek tersebut.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melihat Pasal 8 Ayat 1 Huruf C dalam Pergub tersebut berbahaya karena tertulis bahwa teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan sistem ERP berupa teknologi Dedicated Short Range Communication (DSRC) berfrekuensi 5,8 Gigahertz (GHz).
"Pergub ini dapat menahan dan mempersempit ruang persaingan yang ada pada tender, sehingga vendor dengan teknologi lain tidak bisa masuk ke ranah persaingan," tutur Ketua KPPU Syarkawi Rauf, 27 Desember 2016.
Usai Pergub direvisi, proses lelang proyek pembatasan kendaraan pribadi itu kembali diulang pemprov DKI.
Ahok menargetkan sebelum 2018 programnya itu dapat diimplementasikan di sejumlah ruas protokol seperti Jalan Sudirman. Namun, tak ada yang dapat menjamin perwujudan harapan Ahok nantinya.