Surat-surat untuk Greysia Polii
Nitya Krishinda Maheswari
Kepada Greysia Polii

Saya kenal Kak Ge pertama kali waktu masih sama-sama di Jaya Raya. Usia saya saat itu sekitar 13 atau 14 tahun. Saya baru masuk di Jaya Raya, sedangkan Kak Ge sudah senior karena sudah lama di Jaya Raya.

Kesan pertama saya sudah berpikir Kak Ge itu orangnya rame. Kan ada senior yang kelihatan menyeramkan, tetapi kalau Kak Ge itu ke junior lebih merangkul dan membawa suasana sehingga yang junior tidak merasa takut.

Kak Ge lalu masuk pelatnas lebih dulu sebelum saya masuk pelatnas di 2005. Saat masuk pelatnas Kak Ge juga kasih wejangan ke saya bagaimana caranya bersikap ke atlet senior lain.

Kita akhirnya dipasangkan sebagai duet tetap pada 2009 setelah Kak Ge dan Kak Jo Novita berpisah sebagai pasangan. Saat saat kami dipasangkan, Kak Ge sudah berpasangan dengan banyak orang dan punya jam terbang yang tinggi. Tentu saya jadi terkesan harus melompati banyak tangga untuk bisa mengimbangi Kak Ge di lapangan.

11 Mei 2009 Greysia Polii dan Nitya Krishinda menang Women Double Preliminary Match di Sudirman Cup World Team Badminton Championships di Guangzhou Gymnasium, China. AFP PHOTO / LIU Jin

Tak lama berpasangan saya dan Kak Ge dipisah di 2010. Itu tentu wewenang pelatih untuk mencoba partner dari pemain-pemain yang ada.

Sedangkan dalam diri saya banyak pikiran dan pertanyaan saat kita dipisah. Karena saat itu kita masuk 10 besar. Jadi dalam diri saya ada pertanyaan: "Kenapa?".

Itu pertanyaan di diri saya, cuma akhirnya balik lagi saya berpikir saya kurang latihannya dan kurang gereget.

Dua tahun kemudian, Mas Bambang Supriyanto sempat tanya soal pasangan sebelum akhirnya saya kembali dipasangkan dengan Kak Ge. Saya yang saat itu berpasangan dengan Anneke Feinya Agustine merasa tidak ada masalah dan menekankan semua baik-baik saja. Dari prestasi juga duet saya dengan Feinya tidak jelek.

19 November 2011 Nitya Krishinda dan Anneke Feinya Agustine menunjukkan medali emas usai memenangkan SEA Games ke-26. AFP PHOTO / ADEK BERRY

Lalu Koh Didi (Eng Hian) datang sebagai pelatih pengganti Mas Bambang. Koh Didi lalu minta saya sama Kak Ge untuk terus pasangan.

Koh Didi bilang ke kita, kalau sampai kita menolak, itu berarti kita enggak boleh memilih pasangan berikutnya. Koh Didi bakal berhak secara penuh untuk memilih partner buat kami.

Yang saya lihat saat itu saya dan Kak Ge sudah paling senior di pelatnas. Jadi Indonesia ingin nomor ganda putri punya pentolan dan andalan.

Akhirnya saya, Kak Ge, dan Koh Didi rapat. Koh Didi minta kita untuk keluarin semua unek-unek. Koh Didi ingin tahu hal-hal yang mengganjal di antara kami.

Jadi Koh Didi ingin setelah pertemuan itu semua sudah jelas dan clear. Kita keluar pintu tidak boleh ada lagi hal yang mengganjal.

29 Agustus 2014 Nitya Krishinda dan Greysia Polii bertanding melawan Miyuki Maeda dan Reika Kakiiwa di BWF Badminton World Championships 2014 di Ballerup Super Arena di Copenhagen, Denmark. AFP PHOTO / JONATHAN NACKSTRAND

Saat itu Kak Ge kurang suka dengan karakter saya yang susah mengutarakan kalau ada sesuatu. Kak Ge maunya kalau ada apa-apa di antara kita harus bilang.

Hal sekecil apapun harus ngomong. Misal kalau ada sakit gigi. Mungkin sebelumnya berpikir tinggal minum obat lalu selesai. Tetapi kalau Kak Ge itu harus tahu dan perlu bertanya, 'Perlu ke dokter enggak?'

Hal-hal kayak begitu berpengaruh. Mungkin terlihat sepele tetapi penting dan berdampak besar buat kita sebagai pasangan.

Setelah semua saling terbuka, akhirnya kita dan pelatih punya tujuan dan komitmen yang sama. Jalan kami kemudian jadi lebih baik. Makanya semenjak itu Puji Tuhan prestasi kami makin oke. Kuncinya ada di komunikasi.

Usai Olimpiade tentu wajar melihat Kak Ge agak beda karena semua tahu kejadian itu. Cuma karena kita sudah sama-sama komitmen dan tahu maunya apa, jadi kita sama-sama mau berubah. Kita tuh sama-sama tahu apa yang harus diperjuangkan dan menutup masa lalu.

Jelang keberangkatan Asian Games 2014, sebenarnya situasi parah karena saya cedera. Saya tak bisa jalan dan napas juga sakit. Perut saya juga kesakitan. Dari situ, keberangkatan kita sebenarnya terbilang perjudian karena kondisi saya sedang seperti itu.

26 September 2014 Nitya Krishinda dan Greysia Polii di ronde semifinal Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan. AFP PHOTO / PORNCHAI KITTIWONGSAKUL

Koh Didi dan Kak Ge itu selalu bertanya pada saya soal kondisi. Kalau memang tidak bisa, ya tidak apa-apa. Semua dilakukan agar kita semua tahu kondisi masing-masing.

Tapi karena saya merasa dapat dukungan dari partner dan pelatih, saya merasa dapat kepercayaan. Saat Asian Games akan dimulai, akhirnya saya bisa mengatasi masalah cedera. Saya diurut terus fisioterapi dan lain-lain. Saat Hari H Asian Games, kondisi saya sudah lumayan enakan meski belum full 100 persen.

Sejak awal Asian Games perjalanan kita sebenarnya sudah berat. Saat lawan Taiwan kita hampir kalah, apalagi kita sudah ketinggalan jauh di gim ketiga. Lewat dari mereka kami menghadapi Reika Kakiiwa/Miyuki Maeda. Kemudian melawan Zhao Yunlei/Tian Qing di babak semifinal yang semua tahu bahwa head-to-head ada di pihak mereka.

Dari awal sampai dapat medali, Koh Didi selalu bilang ke kita untuk main lepas karena kita tidak diunggulkan dan kondisi juga tidak fit.

Dari situ saya dan Kak Ge berpikir,"Ngapain ya beban karena enggak ada tanggung jawab medali kok?". Hal itu yang membuat kami mulai berpikir untuk main demi diri sendiri. Kalau dapat medali, itu bonus buat kami.

Saat menghadapi final ketika kami dipanggil masuk lapangan, Koh Didi menghampiri kami dan bilang, "Kalian enggak usah mikirin kemampuan lawan. Kalian harus berpikir seberapa besar kemampuan kalian."

27 September 2014 Greysia Polii dan Nitya Krishinda di final perorangan Ganda Putri Asian Games ke-17 di Gyeyang Gymnasium, Incheon, Korsel. ANTARA FOTO / SAPTONO

Tanpa sadar kita memang sering berpikir begitu. Kata 'wah' pada lawan sebelum main saja sudah bisa menandakan lawan itu bisa menang atas kita. Karena itu di final kita bisa menikmati permainan. Berkat omongan Koh Didi jadinya mindset kita berubah banget.

27 September 2014 Greysia Polii dan Nitya Krishinda di final perorangan Ganda Putri Asian Games ke-17 di Gyeyang Gymnasium, Incheon, Korsel. ANTARA FOTO / SAPTONO

Setahun kemudian kita merebut medali perunggu Kejuaraan Dunia. Sejak memenangkan Asian Games, kita yang tadinya tidak termasuk pemain yang ditargetkan medali, jadi masuk dalam kelompok itu. Beban sih enggak, justru jadi motivasi buat kita.

Masuk ke 2016 saya dan Kak Ge memecahkan rekor pertandingan terlama di badminton. Itu belum ada yang mecahin lagi ya?

Waktu itu saya dan Kak Ge mainnya benar-benar gila kali ya?

Situasi saat itu yang bisa dibilang tidak normal itu adalah kondisi shuttlecock yang berat sekali. Hal itu ditambah AC di arena tidak dihidupkan. Jadi sudah shuttlecock berat, tidak ada AC, lawannya ganda Jepang lagi, Kurumi Yonao/Naoko Fukuman.

Di tengah pertandingan saya bilang ke Kak Ge, "Kalau sakit, kita sudahan saja". Kita sama-sama setuju.

Kita tidak memperlihatkan kalau kita itu capek sepanjang pertandingan berlangsung. Setelah selesai main, badan sudah enggak bisa ngapa-ngapain, kita berdua dibopong buat jalan.

Saya sama Kak Ge sendiri tidak sadar waktunya selama itu. Saya mikirnya tidak sampai dua jam. Pas ada yang kasih tahu waktunya 2 jam 41 menit, baru saya kaget: "Wah, lama juga ya hahaha."

Keesokan hari saya baru tahu bahwa durasi tandingnya memakan waktu sepanjang itu. Dari situ pula kita baru tahu bahwa itu rekor dunia dan kemudian dapat penghargaan.

16 Agustus 2015 Peraih medali silver dari Denmark: Christinna Pedersen dan Kamilla Rytter; peraih medali emas dari China: Zhao Yunlei dan Tian Qing; peraih medali perunggu dari Indonesia: Greysia Polii, Nitya Krishinda Maheswari, dan dari Jepang: Naoko Fukuman dan Kurumi Yonao, di BCA Indonesia Open 2015 di Istora GBK. AFP PHOTO / ADEK BERRY

Menuju Olimpiade, saya dan Kak Ge pasang target dapat medali, cuma ya meleset. Kita kalah di babak perempat final.

Tentu sedih karena kita berdua sama-sama ingin bisa dapat pencapaian besar tetapi tidak sesuai target. Kita merasa down saat itu.

Selepas Olimpiade, saya dan Kak Ge tetap diproyeksikan sebagai pasangan oleh Koh Didi. Saat pertandingan di China, cedera lutut di kaki saya sempat kambuh dan kemudian kita sempat mengundurkan diri dari turnamen karena Papa saya meninggal.

Setelah itu saya dan Kak Ge mulai latihan lagi sampai kemudian ternyata kondisi lutut saya semakin parah.

Cedera lutut ini sudah ada sejak 2010. Walaupun kondisi lutut dijaga dengan fisioterapi, istirahat, tetapi karena jadwal latihan dan pertandingan di badminton itu memang padat, akhirnya semakin parah dan terasa di 2016.

2 Juni 2016 Nitya Maheswari dan Greysia Polii di babak kedua Indonesia Open Super Series Premier 2016. PBSI / Nafielah Mahmudah

Saya, Kak Ge, dan Koh Didi lalu berdiskusi, bagaimana baiknya mengatasi situasi ini. Kalau saya operasi, pemulihannya akan makan waktu berbulan-bulan. Kak Ge bagaimana? Kalau cari partner baru kan harus mulai dari nol.

Kak Ge dan Koh Didi lalu berkata memilih mendukung saya supaya lebih sehat, bukan untuk fokus kembali ke pertandingan terlebih dulu. Jadi saya akhirnya juga berpikir untuk kesehatan, dan bukan pertandingan. Makanya saya memutuskan untuk menjalani operasi di November 2016.

Setelah operasi, pemulihannya lumayan lama. Begitu selesai operasi, ternyata tidak bisa latihan langsung. Sejujurnya saya tak berpikir harus menjalani terapi lanjutan setelah operasi ternyata makan waktu yang lama. Cuma sepanjang saya menjalani proses itu, Kak Ge dan Koh Didi selalu ada.

27 September 2014 Greysia Polii dan Nitya Krishinda merayakan kemenangan bersama pelatih Eng Hian di final perorangan Ganda Putri Asian Games ke-17 di Gyeyang Gymnasium, Incheon, Korsel. ANTARA FOTO / SAPTONO

Selama proses itu, saya juga ngobrol dengan Kak Ge. Dia ingin nunggu saya sembuh baru ikut pertandingan lagi. Saya bilang Kak Ge untuk tidak menunggu saya karena itu membuang waktu. Kalau ada pemain yang memang bagus, silakan lanjut. Karena Kak Ge saat itu kan sehat.

Jadi dari diri saya sama sekali tidak ada rasa sebal, tidak ada rasa kecewa. Karena kita sama-sama tahu.

Akhirnya Kak Ge pasangan sama Apriyani Rahayu. Saya lalu kembali dan pasangan sama Ketut. Kami berdua lalu berjumpa di Thailand Open 2018.

Saya kembali cedera di situ. Saat saya ambil shuttlecock ada bunyi 'pletak' makanya saya menjatuhkan diri. Otot tendon saya putus saat itu. Jadi bukan cedera lutut yang kambuh.

19 Mei 2018 Nitya Krishinda dan Ni Ketut Mahadewi Istirani berlatih jelang Piala Uber 2018 di Impact Arena, Bangkok, Thailand. ANTARA FOTO / Puspa Perwitasari

Kak Ge yang di seberang net langsung lari menghampiri saya. Saya mau bangun tetapi kaki terasa lemas. Saya lihat tendon saya mengarah ke dalam. Kak Ge kaget, begitu juga dengan Ketut dan Apri.

Sebenarnya tidak sakit tetapi saya takut melihat kondisi kaki saya. Kak Ge lalu lari-lari nyariin Koh Didi sambil teriak-teriak. Karena saat itu kan main sesama Indonesia jadi tidak ada pelatih di pinggir lapangan.

Setelah itu Koh Didi, Kak Ge, dan yang lain masih dukung saya untuk terus main. Cuma memang dari segi kondisi, saya saat itu baru merasakan tidak enaknya masa pemulihan sehabis operasi. Ketika kembali bisa main, ternyata saya kembali sakit lagi. Ketika recovery otot tendon, saya lebih banyak di kamar.

Di titik itu saya bilang Koh Didi bahwa saya cukup sampai di sini dan pensiun. Koh Didi minta saya bantu di kepelatihan sambil menunggu saya berpikir jernih. Tetapi saya tetap bilang bahwa saya sudah cukup.

27 September 2014 Greysia Polii, Eng Hian, dan Nitya Krishinda usai penghargaan medali final perorangan Ganda Putri Asian Games ke-17 di Gyeyang Gymnasium, Incheon, Korea Selatan. ANTARA FOTO / SAPTONO

Setelah saya pensiun, saya sama sekali tidak meragukan Kak Ge bisa bertahan hingga Olimpiade 2020. Kalau Kak Ge sudah pegang prinsip, dia tidak akan pernah belok. Jadi di saat dia masih punya target, saya masih percaya banget sama Kak Ge. Yang terpenting prinsip dia tidak goyah.

Setelah tidak di pelatnas frekuensi saya bertemu Kak Ge berkurang karena saya juga sempat pulang ke Blitar. Tetapi kalau saya sedang ke Jakarta, kita pasti ketemu.

Begitu Olimpiade Tokyo tiba, saya melihat Kak Ge dan Apri benar-benar terlihat percaya diri sejak awal. Sebagai orang yang pernah main, saya tahu kalau pebulutangkis sedang blank, sedang marahan sama pasangan, dan lain-lain.

Saat Kak Ge dan Apri masuk final, saya nonton final Olimpiade di rumah. Sendiri. Aduh, saya itu enggak kuat jantungnya. Akhirnya kadang-kadang TV saya matiin, lalu nyalakan lagi.

Begitu saya nyalain TV dan di gim kedua sudah unggul jauh, saya baru mulai pede dan tidak lagi mematikan TV sampai akhirnya Kak Ge dan Apri bisa jadi juara Olimpiade.

Sebenarnya saya masih ingin lihat Kak Ge main hahaha. Setiap ketemu, saya bilang "Ngapain sih Pensiun Kak?"

Nitya Krishinda dan Greysia Polii. Dokumentasi Humas PP PBSI

Terima kasih Kak Ge sudah pernah jadi partner saya dalam hal apapun. Di dalam dan luar lapangan sebagai kakak dan partner. Saya bisa sharing dan berbagi tentang hal apapun.

Semoga Karier Kak Ge atau semua urusannya apapun setelah ini diberkati Tuhan.