Pebulutangkis ganda putera Indonesia Hendra Setiawan dan Markis Kido merayakan kemenangannya pada Olimpiade Beijing 2008.
AFP PHOTO / GOH CHAI HIN
Waktu itu Markis Kido datang. Dia sudah keluar pelatnas dan sempat berpasangan dengan Alvent Yulianto lalu Hendra AG. Kido itu masih bagus dari segi teknik dan cara main walaupun usianya sudah tidak muda.
Kido lalu bilang,"Boleh gak saya partner dengan Marcus Gideon?"
Nah, jujur nih, waktu itu aku ngomong begini:
"Hah? Kamu mau partner sama Marcus Gideon? Kan belum ada apa-apanya."
"Kan dia belum berprestasi. Kamu kan juara Olimpiade."
Tetapi kemudian aku membayangkan Kido itu teknik tangannya bagus banget, istimewa. Mainnya masih bagus. Jadi dia hanya butuh partner yang masih muda, kuat, dan semangat. Itu saja.
Begitu membayangkan Marcus Gideon kan memang tipenya seperti itu. Itu yang memang dibutuhkan Kido. Akhirnya mulailah mereka berpasangan.
Awal-awal kami belum dukung penuh. Dia hanya ikut latihan dan kalau pergi ke turnamen luar negeri, dia diizinkan satu kamar dengan Markis Kido.
Ternyata lama-lama makin berhasil. Sampai akhirnya kami memutuskan untuk membeli Gideon agar jadi bagian dari Jaya Raya secara resmi.
Kembali ke awal, jadi memang peran Kido paling besar karena bukan aku yang memilih Gideon. Kido yang memilih Gideon dan aku sebagai ketua klub menyetujui dan memberikan dukungan.
Perjalanan Marcus Gideon itu membuat aku tambah yakin bahwa kehidupan kita tuh memang ada dalam rancangan Tuhan. Harusnya Gideon sudah sempat berpikir mau sekolah, gak mau main lagi, tau-tau ada tawaran dari Kido.
Markis Kido dan Marcus Fernaldi Gideon.
Arsip PBSI
Saat memutuskan melakukan transfer, kami dari Jaya Raya bertemu Pak Justian Suhandinata sebagai pemilik Tangkas. Ngobrol-ngobrol akhirnya tercapai kata sepakat.
Jaya Raya itu punya etika dalam perekrutan atlet-atlet yang sebelumnya milik klub lain. Kami juga ingin menjaga hubungan baik dengan sesama klub.
Akhirnya tercapai kata sepakat. Harganya gak usah disebutinlah, tetapi tentu jauh dari regulasi penetapan harga yang ada dalam aturan PBSI. Karena Tangkas kan juga membina Gideon dari dulu dan kami sadari itu.
Maksud kami melakukan transfer itu kami juga ingin membantu atlet. Memang sebagai klub, harus ada perasaan klub-sentris. Tetapi yang penting keuntungannya buat Indonesia.
Karena itu ketika Kido dan Gideon cocok, mereka kemana-mana berhasil, kan tentu jadi bagus. Soalnya di saat terakhir, saya dengar Gideon sudah minim dukungan dari Tangkas. Bapaknya, Kurniahu juga sempat cerita soal kekecewaannya melihat Gideon keluar Pelatnas Cipayung. Malam-malam pulang bawa koper, mengundurkan diri dari Pelatnas. Hingga akhirnya Gideon bisa berpasangan dengan Kido seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.
Setelah berpisah dengan Kido, Gideon kembali masuk ke Pelatnas Cipayung dan berpartner dengan Kevin Sanjaya. Menurut aku, itu pasangan yang paling pas.
Ganda putra Indonesia Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon pada pertandingan BWF World Super Series Finals 2017.
Arsip PBSI
Kevin kan bagus banget permainan depannya, baik itu servisnya ataupun cegatannya luar biasa dan tidak bisa ditebak. Kevin itu benar-benar mirip Kido. Bagus pukulannya, bagus teknik tangannya, bagus banget. Nah, Gideon di belakang enak, tinggal smash saja.
Melihat Gideon main itu kan smash terus sampai pontang-panting. Mereka benar-benar pasangan yang pas menurut aku. Sangat bagus dan hampir selalu menang.
Mereka benar-benar ditakuti. Bahkan menurut aku, kalau Olimpiadenya digelar tahun 2020, pasti juara.
Saat itu Jaya Raya menargetkan Gideon dengan Kevin bisa juara Olimpiade 2020 karena mereka sedang bagus-bagusnya, lagi hebat-hebatnya. Tahu-tahu pandemi dan Olimpiade diundur.
Ganda putra Indonesia Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon pada pertandingan All England 2018.
AFP PHOTO / PAUL ELLIS
Soal Gideon dan Kevin yang pisah dan kemudian Gideon mengundurkan diri lalu Kevin mengundurkan diri, menurut aku mereka belum begitu tua. Istimewa loh mereka. Istimewa lah ya kan?
Sayang banget sebenarnya kalau menurut aku karena mereka istimewa. Kenapa mereka menurun? Menurut aku karena Gideon mengalami cedera.
Selain itu faktor lainnya adalah perhatian musuh. Waktu belum juara seorang pemain tidak diperhitungkan orang. Namun begitu pemain bisa terus-menerus juara, seperti Kevin/Marcus, permainan mereka pasti dipelajari.
Negara-negara lain merekam, mempelajari bola-bola Kevin yang sulit ditebak arahnya.
Kalau menurut aku, jelas sayang banget mereka pensiun karena mungkin sampai dengan hari ini masih belum ada yang setara Kevin. Belum ada. Karena dia istimewa.
Sedangkan sebagai pemain Jaya Raya, Gideon itu saya lihat dan saya percaya memang punya semangat, selain itu juga punya komitmen yang sangat bagus.
Atlet bulutangkis Indonesia Marcus Gideon pada pertandingan Blibli Indonesia Open 2019.
CNNIndonesia / Adhi Wicaksono
Selain itu yang saya senang dari Gideon itu, dia tahu berterima kasih. Jadi Gideon itu selalu baik. Bila kami undang untuk jadi motivator untuk menyemangati adik-adiknya di klub itu dia mau datang. Dia tidak pernah lupa sama kita. Itu salah satu hal yang menurut aku hebat.
Waktu awal-awal mau jadi pasangan dengan Kido, dia keluarkan uang sendiri untuk sewa apartemen di dekat Ragunan karena waktu itu kita masih latihan di Ragunan. Jadi itu menunjukkan kesungguhan dia karena bila dia bolak-balik dari rumah menuju Ragunan sudah makan banyak waktu di jalan.
Dari hal kecil seperti itu saja, kita tahu bahwa anak ini serius. Jadi bagi pemain, bila punya cita-cita mau juara, istilahnya tuh ada 'harga' yang harus dibayar. Jadi atlet-atlet yang sekarang tuh seharusnya juga begitu.
Kendala zaman sekarang itu kan gangguannya dari handphone dan lain-lain, juga dari pergaulan.
Karena itu, kalau menurut aku, kalau kalian mau jadi juara, hiduplah sebagai seorang juara. Hidup sebagai seorang atlet, bukan artis. Enggak ada sesuatu yang bisa dicapai dengan mudah, ada 'harga' yang harus dibayar.
Ganda putra Indonesia Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon, 2017.
CNN Indonesia / Putra Permata Tegar Idaman