Surat-surat untuk Ahsan / Hendra
Chayra, King, Aisyah
Untuk Babah Ahsan

Babah itu kerjanya pemain badminton. Kalau main badminton, Babah jago banget.

Aku juga pernah ditanya kalau di sekolah: "Ayahnya kerja apa?", jadi aku jawab Ayah aku pemain badminton.

Teman-teman aku banyak yang tahu, banyak yang kenal sama Babah. Kata teman-teman aku, ayah aku keren banget. Kalau misalnya Babah jemput aku, banyak yang minta tanda tangan.

Kalau Babah lagi main, kadang aku nonton di TV, kadang enggak. Aku gak bisa nonton kalau misalnya aku lagi ngerjain PR. Sebenarnya aku ingin nonton, cuma kan harus kerjain PR.

Pebulutangkis Mohammad Ahsan saat sesi wawancara dengan CNNIndonmesia di kediamannya. CNNIndonesia / Adhi Wicaksono

Kalau nonton Babah main, rasanya deg-degan. Aku kalau nonton Babah ikut berdoa. Kalau Babah kalah, aku sedih sama senang. Senangnya karena nanti berarti Babah bisa pulang.

Kalau Babah lagi libur, aku main bareng. Main bulutangkis, main PS.

Kata Babah, aku pernah ingin ikut naik podium kayak Danish, anaknya Om Owi. Terus akhirnya aku naik podium di Malaysia. Tapi aku gak ingat.

Aku gak tahu Babah juara apa saja, tahunya cuma piala-pialanya saja. Terus kalau ada teman aku datang ke rumah, kata mereka gini: "Gak mau masuk ah, nanti takut kesenggol pialanya."

Aku tahu Babah mau pensiun. Mama kasih tahu aku kayak gini: "Babah kan mau pensiun akhir tahun". Aku gak tanya apa-apa, aku cuma jawab 'Oh'. Gitu doang.

Tangkapan layar instagram Christine Novitania. @just_itinee

Kalau Babah pensiun, aku gak bisa lihat Babah main badminton lagi di TV. Tapi gak apa-apa, kan Babah yang asli ada di samping aku.

Kalau Babah sudah pensiun, berarti kan enggak main badminton, jadi main sama aku.

Pesan aku sih kayak gini saja: "Babah kan pensiun karena sudah tua."

Terus habis itu, aku kayak gini saja: "Babah jangan cepat tua ya. Biar Babah bisa selalu nemenin aku."