Soal keputusan Babah pensiun, saya sih sebenarnya ngikut saja. Sebenarnya waktu 2016, waktu pisah sama Koh Hendra, kirain saya sudah mau pensiun waktu itu, ternyata ada partner baru.
Saat itu saya berpikir, oh sudah selesai nih. Karena umur juga waktu itu sudah mau masuk 30. Katanya kan pebulutangkis kalau sudah umur segitu sudah siap untuk pensiun. Jadi apapun keputusannya, saya selalu dukung.
Saat pisah sama Koh Hendra, Babah cerita kalau Koh Hendra mau punya partner baru karena dia mau keluar pelatnas. Sedangkan dia tetap di Pelatnas.
Waktu Babah sama Hendra pisah di akhir 2016 lumayan sedih sih karena mereka sudah lumayan lama pasangan. Terus karena waktu itu Olimpiade 2016 tidak dapat medali, mungkin penyegaran. Waktu itu memang saya pikir sudah mau pensiun.
Tetapi akhirnya balikan lagi ke Koh Hendra dan juga gak nyangka bakal bisa naik lagi. Kalau saya, apapun keputusan Babah, saya bakal ikut.
Terus saat 2017 hingga 2019 kan bagus lagi, jadi belum kepikiran lagi untuk pensiun. Waktu itu juga belum banyak mengeluh sakit-sakit. Saya juga kaget pas Ahsan/Hendra bisa bangkit dan menang-menang lagi di 2019.
Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan juara BWF World Tour Super Series 2019.
Arsip PBSI
Saya gak kepikiran bisa sampai balik seperti itu lagi. Karena saya waktu itu mikirnya sampai delapan besar juga gak apa-apa. Tetapi gak tahunya juara-juara lagi. Terus bisa juaranya di turnamen-turnamen bergengsi lagi.
Nah setelah pandemi Covid-19 kan turnamen beruntun terus tuh, kayak langsung tiga turnamen. Setelah itu tiga turnamen beruntun lagi. Dari situ badan mulai sakit-sakit.
Makin ke sini, makin sakit. Jadi ya sudah kita putuskan untuk pensiun. Pada akhirnya, kondisi badan juga yang membuat pensiun akhirnya.
Kalau semisal Babah pulang ke rumah, kadang saya kasihan lihatnya kalau dalam kondisi cedera. Tahun lalu kan masih ada kontrak sponsor, jadi bertahan. Nah di tahun ini Koh Hendra juga memutuskan untuk pensiun. Ya sudah, akhirnya mantap untuk pensiun.
Soal cedera selepas turnamen, Babah gak selalu pulang dalam kondisi sakit. Tetapi kadang-kadang kalau pulang dalam kondisi cedera, bisa dua minggu pemulihannya. Pernah paling lama pemulihan itu sekitar sebulan, waktu pulangnya sampai pakai kursi roda itu.
Saya melihat Babah, sebagai seorang pebulutangkis, dia itu pekerja keras. Dia tanggung jawab sama pekerjaan. Berkomitmen untuk jadi atlet.
Christine Novitania saat sesi wawancara dengan CNNIndonmesia di kediamannya.
CNNIndonesia / Adhi Wicaksono
Sebagai istri, momen paling sedih itu kalau melihat Babah cedera. Yang terakhir kan pas lawan Fajar/Rian di All England. Duh, saya takut kan, takutnya parah.
Karena kan waktu itu lutut. Kalau melihat cedera lutut kan kadang-kadang berisiko enggak bisa main lagi. Soalnya umurnya Babah kan sudah gak muda, takutnya lebih gampang kenapa-kenapa. Untungnya, waktu itu enggak parah sih.
Sebagai istri atlet, saya sudah terbiasa menghadapi ritme hidup Babah sebagai atlet. Karena dari sebelum nikah sudah tahu profesinya. Bahwa latihan pagi-sore di Cipayung. Saya maklum saja, sama saja kayak orang pergi ke kantor, pergi pagi pulangnya malam.
Mungkin hanya beda di kegiatannya saja. Terus kalau turnamen pergi dua minggu tetapi hal itu karena sudah jadi kebiasaan, saya juga sudah biasa.
Karena sudah berkeluarga, tentu ada momen-momen ketika anak sakit saat Babah bertanding ke luar negeri. Dalam kondisi itu, saya tetap memberi kabar ke Babah. Misal: "Bah, ini anak lagi enggak enak badan, aku bawa ke dokter ya."
Saya tetap laporan. Mungkin Babah juga bisa tenang karena di rumah juga ada Ibu saya yang ikut menjaga. Saya juga berusaha untuk membuat Babah di sana bisa tetap fokus bertanding. Jangan sampai keganggu.
Kalau untuk pengalaman saya sendiri, saat lahiran anak ketiga, Babah lagi di luar negeri. Kalau untuk Chayra, Babah nemenin. Lahiran King, Babah juga nemenin.
Nah pas Aisyah, anak ketiga lahir, Babah waktu itu lagi turnamen di Thailand. Waktu itu turnamen baru aktif lagi setelah pandemi dan langsung turnamen beruntun di Thailand.
Sebenarnya dari segi jadwal, saya lahiran di bulan Februari tetapi akhirnya jadi maju. Secara perkiraan, Babah masih bisa nemenin karena perkiraan lahir setelah turnamen di Thailand selesai.
Mungkin ya, karena waktu itu saya nonton di TV terus waktu itu dari awal pertandingan skor mepet-mepet. Namanya nonton kan tegang. Terus perut terasa kencang.
Gak tahan kan. Akhirnya saya ke rumah sakit dan lahiran duluan. Saya sempat kabari ke Babah.
Jadi waktu itu kita video call. Saya lupa waktu itu Babah sudah selesai main atau belum, tetapi saat saya mau lahiran video call. Kebetulan sama dokternya juga sudah kenal, jadi bisa diizinkan video call.
Salah satu yang paling berat itu memang saat nonton. Tegang. Soalnya kalau babak semifinal dan final itu kan sudah makin ketat. Ya buktinya saya bisa sampai lahiran duluan karena tegang.
Kalau Babah lagi kalah, sebagai penonton ya sedih. Cuma, kalau dulu tuh kayak 'Duh, sayang ya kalah'. Tetapi kalau makin ke sini, terutama setelah periode kedua sama Koh Hendra, lebih bilang kayak 'Ya udah, gak apa-apa'. Begitu.
Misal Babah lagi kalah, begitu pulang itu tidak usah ditanya-tanya dulu soal pertandingan. Biar dia istirahat dulu. Jangan pas pulang dibahas soal pertandingan. Nanti pas sudah beberapa lama baru bisa ditanya soal pertandingan.
Sedangkan kalau pulang dalam kondisi menang, ya senang. Kalau menang kan bawa medali juara. Ya sudah langsung foto-foto.
Saya itu ketemu Babah di Tennis Indoor Senayan tahun 2008. Saat itu kami dikenalkan. Kami lalu menikah di tahun 2013.
Saya itu sempat jadi atlet dan sempat masuk tim PON dan bela Sumatera Selatan. Walau sama-sama jadi atlet, saya belum pernah ketemu Babah semasa junior.
Pebulutangkis Mohammad Ahsan saat sesi wawancara dengan CNNIndonmesia di kediamannya.
CNNIndonesia / Adhi Wicaksono
Saya pada dasarnya juga memang suka sosok atlet. Apalagi Babah dulu masih muda kan. Keren pas bawa tas raket gitu.
Padahal di 2008 kami sama-sama main di PON Kalimantan Timur. Tetapi gak ketemu, baru ketemunya di Tennis Indoor.
Saat saya memutuskan menikah sama babah, hal yang tertanam dalam pikiran saya adalah dia baik. Babah juga kelihatan bertanggung jawab, bukan tipe orang yang macam-macam. Babah juga kelihatan yang paling kalem. Jadi saya yakin.
Setelah berkeluarga dan punya anak-anak, Babah itu termasuk tipe ayah yang dekat dengan anak-anaknya. Kalau misal selesai turnamen dan lagi di rumah, pasti ajak anak-anak main. Jadi anak-anak dekat sama Bapaknya.
Anak-anak juga dari kecil sudah tahu kerjaan Babah. Kadang-kadang anak-anak nanya: "Babah mana?"
Terus kan ada di TV. Jadi mereka bisa lihat: "Oh iya itu Babah."
Mereka sudah paham. Jadi kalau misal Babah sudah siap-siap packing, berarti anak-anak sudah tahu kalau Babah mau kerja. Dari kecil sudah terbiasa.
Kalau nonton di rumah sini, ramai. Kadang sampai lompat-lompatan. Sampai anak-anak bingung sendiri melihat mamanya.
Setelah Babah pensiun, saya berharap Babah tetap berolahraga. Karena dia atlet kan, jadi jangan tiba-tiba stop karena takutnya gak bagus buat badan.
Kalau untuk keputusan Babah pensiun saat ini, kan memang sudah wajar karena sudah faktor umur. Kalau misalkan enggak menang-menang lagi, juga memang sudah waktunya pensiun.
Berbeda dengan saat pisah sama Koh Hendra di akhir 2016 itu. Saat itu hasrat Babah masih tinggi tetapi sempat kesulitan cari partner yang masih belum pas sampai akhirnya balik lagi ke Koh Hendra.