Jakarta, CNN Indonesia -- Keinginan mayoritas fraksi di DPR untuk mengembalikan kewenangan memilih kepala daerah ke DPRD mendapat tentangan. Alasan pilkada langsung oleh rakyat memicu praktik politik uang yang berujung maraknya kasus korupsi oleh kepala daerah, dinilai tak tepat.
Mantan hakim konstitusi Mohammad Laica Marzuki menyatakan pilkada tak langsung lewat DPRD justru akan melipatgandakan kasus korupsi. “Jumlah anggota DPRD banyak. Jadi pasti akan terjadi korupsi dalam jumlah besar,” kata dia di Jakarta, Senin (8/9).
Laica bahkan berpendapat pemilihan kepala daerah oleh DPRD melanggar konstitusi. “Jika pemilihan presiden dilakukan oleh rakyat, maka pilkada pun harus oleh rakyat,” ujar mantan hakim agung itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilkada tak langsung atau langsung merupakan persoalan krusial yang kini sedang dibahas DPR dan pemerintah dalam proses penyusunan Rancangan Undang-Undang Pilkada. Fraksi-fraksi yang tergabung dalam koalisi Merah Putih –Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PKS, dan PPP– ingin pilkada digelar tak langsung lewat DPRD. Sementara tiga fraksi sisanya –PDIP, PKB, Hanura– ingin pilkada langsung oleh rakyat dipertahankan.
Semula mayoritas fraksi di DPR sesungguhnya mendukung pilkada langsung. Namun saat rapat konsinyering Panitia Kerja RUU Pilkada dengan Kementerian Dalam Negeri 1-3 September, sejumlah fraksi berbalik arah dan meminta pilkada dilakukan oleh DPRD. Terakhir, Kamis (4/9), PKS yang menyetujui pilkada langsung pun berubah sikap mengikuti para koleganya di koalisi Merah Putih.
Ide pilkada langsung trersebut dinilai Laica tak masuk akal. “Ngawur mereka semua,” kata pakar hukum administrasi dan tata negara itu.
Senada dengan Laica, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas juga tak sepakat dengan pilkada lewat DPRD. Menurutnya, kepala daerah terpilih berpotensi menjadi mesin uang anggota DPRD setempat. Praktik suap-menyuap pun justru bakal makin subur. Pengusaha atau korporasi dapat dengan mudah menyogok anggota DPRD agar kepentingannya diloloskan. Anggota DPRD pun lebih leluasa memeras kepala daerah.
Pilkada tak langsung, menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKB Abdul Malik Haramain, bisa membuat kepala daerah merasa tak punya tanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya karena ia dipilih oleh DPRD, bukan langsung oleh rakyat. Pemilihan lewat DPRD pun membuat rakyat tak bisa berpartisipasi dalam proses demokrasi yang lebih luas.
Sementara politikus PDIP Budiman Sudjatmiko mengatakan pilkada langsung merupakan aplikasi demokrasi yang sesungguhnya. Ia menuduh koalisi Prabowo berupaya menguasai kursi DPR, DPRD, dan kepala daerah setelah kalah dalam pemilu presiden. “Mereka sadar PDIP unggul dalam
popular vote. Maka dimainkanlah celah pemilihan lewat DPRD (untuk merebut kursi kepala daerah),” ujarnya.