Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam rentang 16 tahun perjalanannya sebagai organisasi masyarakat nasional yang mengusung bidang keagamaan, Kementerian Dalam Negeri menyebut hanya Front Pembela Islam (FPI) yang paling sering dikenakan teguran karena kerap berurusan dengan hukum.
Namun, apakah benar-benar tidak ada sisi sejuk dari ormas yang dikenal sering menunjukkan kepala panasnya ini? Lantas, apa yang sebenarnya terjadi pada saat aksi terakhir mereka pada Jumat (3/10) lalu, yang membuat FPI harus kembali berurusan dengan hukum? Berikut wawancara Ketua Umum FPI Muchsin Alatas dengan CNN Indonesia.
FPI resmi dibentuk sejak 17 Agustus 1998, siapa saja yang membidani kelahiran FPI?Kami dibentuk bersama-sama aktifis dakwah se-jabodetabek. Ada sekitar 50 orang yang merupakan para ustad, mubaligh dan alim ulama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa misi awal dari didirikannya FPI?Misinya adalah menegakkan amar maruf nahi munkar di bidang politik, ekonomi, sosial dan pendidikan. Kami berpegang teguh kepada landasan idil Pancasila dan UUD 1945. Dan itu adalah pegangan kami untuk menjaga NKRI supaya menjadi negara yang maju, independen, tidak diinterfensi oleh asing dan ‘aseng’. Aseng disini adalah mafia naga di Indonesia.
Sudah 16 tahun berdiri sebagai Ormas, berapa banyak anggota FPI hingga saat ini?Yah, sekitar tujuh jutaan ada,
lah. Itu dari Aceh sampai Papua.
Bagaimana bentuk komando di internal FPI?Ada protapnya. Semua yang ikut aksi harus tertib. Kita tegaskan, bahwa kita tidak boleh langgar hukum agama dan Negara. Semua itu ada prosedur standarnya.
Tiap aksi yang digelar, siapa yang paling bertanggung jawab dalam kegiatan?Tergantung aksinya dibawa siapa. Kalau yang kemarin, itu dari DPD dan setiap aksi ada kordinator lapangannya.
Kenapa selalu ada kekerasan dalam setiap aksi?Itu kan kemarin sudah ketiga kali (mendemo Ahok). Di situ kelihatan sekali siapa yang memulai. Kemarin kan kami ingin aksi damai dan sudah ada pemberitahuan ke Polda. Lalu, kami bergerak dari Petamburan. Semua sudah dikasih arahan untuk aksi damai. Sudah disweeping senjata tajam dan disaksikan oleh kepolisian di Petamburan. Perjalanan kami pun dikawal. Tapi, kenapa polisi sebagai pengawal malah berhenti di depan DPRD, padahal kami ingin berdemo di Balai Kota. Anehnya, ketika Patwal berhenti, polisi malah minta FPI parkir di depan DPRD. Setelah itu, kalau di Protap demo itu pintu gerbang harus ditutup dan ada penjagaan tiga lapis. Tapi ini tidak ada yang jaga dan malah dibuka oleh polisi. Ketika FPI masuk, kita malah semakin digeruduk dari belakang.
Dari kericuhan saat itu, berapa banyak anggota FPI yang terjerat hukum?Sekarang yang ditangkap 21 orang, dan dipulangkan 5 orang karena di bawah umur. Kita sudah hafal dengan cara dibenturkan seperti ini.
Apa yang pengurus lakukan kepada anggota yang kedapatan melanggar hukum?Ya, silahkan bertanggung jawab, karena kita sudah mengarahkan sesuai prosedur. Tapi tetap, nantinya kita damping dengan divisi legal. Kami punya pengacara.
Tentang Ustad Novel yang ditetapkan sebagai Buron?Sekarang kami pun berusaha untuk membantu Polda untuk mencari yang bersangkutan. Cuma kami kehilangan kontak. Dia tinggal di Jakarta, tapi sekarang kami enggak tahu karena tidak bisa dikontak. Kami kooperatif dengan kepolisian. Saya kira polisi punya alat yang lebih lengkap lagi, saya kira (polisi) harus bisa.
Bagaimana dengan imej buruk FPI yang akhirnya ada di masyarakat?Imej miring itu kan masalahnya ada di media. Siapa yang pesan? Karena FPI adalah gerakan moral anti kemaksiatan, perjudian, dan penyakit masyarakat. Tentunya orang-orang yang tidak suka dengan keberadaan FPI adalah para pelaku kemaksiatan. Kalau ada oknum aparat yang membela, ya itu adalah oknum yang kehilangan setoran.
Selain menggelar aksi memberantas hal-hal tersebut, apa program lain yang dimiliki FPI?Program-program FPI yang menarik itu ada. Hanya saja enggak menarik untuk media. Kami punya program kemanusiaan. Menanam sejuta pohon untuk penghijauan. Lalu kerjasama dengan Kementerian Sosial, dengan program Bedah Kampung. Yang rumahnya royot mau jatuh, kita bangun dengan Rp 10 juta yang diberikan sebagai bantuan. Itu FPI yang membangunkan. Itu dilakukan di seluruh Indonesia. Mulai zaman Habib Riziq sampai sekarang, program kerjasama itu masih berlangsung.
Kenapa program tersebut bagai tak terlihat oleh masyarakat?Program seperti itu kan tidak seksi bagi media. Yang seksi adalah jika FPI bisa dipojokkan, bisa dibubarkan, itu yang seksi buat media.