ULTAH EMAS GOLKAR

Jalan Tol Golkar di Jalur A-B-G

CNN Indonesia
Senin, 20 Okt 2014 14:00 WIB
Golongan Karya memiliki akses langsung berbicara dengan pemimpin tertinggi Orde Baru, Jenderal Soeharto. Namanya Jalur A-B-G.
Presiden Soeharto (kiri) melantik Soehardiman di istana negara. (Dok Soehardiman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pada masa Orde baru, tak sembarang orang bisa bertemu apalagi berkomunikasi dengan Presiden Kedua Indonesia, Soeharto. Kekuatan The Smiling General kala itu terlalu digdaya. Sehingga hanya orang-orang terpilih dan ia percaya saja bisa bertemu dengannya.

"Dulu itu yang bisa bersentuhan langsung dengan Pak Soeharto cuma orang yang berasal dari tiga jalur," kata Soehardiman, tokoh pendiri Golkar saat dijumpai CNN Indonesia, awal September lalu di Jakarta.

Tiga jalur itu, kata Soehardiman, kondang dikenal dengan sebutan "Jalur A-B-G". Jalur A merupakan jalur yang terkait dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang lebih spesifik diwakili Angkatan Darat. Jalur B, yang berarti Birokrasi atau menteri-menteri yang sudah ia percaya betul sebagai kaki tangan Soeharto dalam berpolitik. Dan yang ketiga, kata Soehardiman, adalah jalur G, untuk Golkar. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi keistimewaan Golkar itu besar juga sebab masuk dalam tiga komponen yang dipercaya betul oleh Pak Harto," kata Soehardiman. Dari sisi positif, kata Soehardiman, jalur ABG ini mempermudah Golkar mengadaptasi semua keinginan dan anjuran atau bahkan instruksi dari pemimpin tertinggi republik pada saat itu. Mulai dari hal yang sangat umum, hingga hal yang rahasia soal politik bernegara. “Pak Harto leluasa betul berbicara apabila dengan tiga jalur ini,” katanya.

Mekanisme jalur A-B-G sontak membuat Golkar tak terbendung di konstelasi politik republik. Sebab kelompok beringin itu punya akses informasi yang tak terbatas soal apapun. Mereka jelas terlibat dalam banyak sekali keputusan strategis negeri ini. Alhasil, kekuatan politik di luar Golkar yang notabene juga kalah melulu sejak pemilihan umum 1977, nyaris tak pernah bisa berbuat manuver yang berbeda jalur.

Namun, bekas Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung tak menganggap munculnya mekanisme jalur A-B-G merupakan keistimewaan bagi kelompok beringin. Sebab, kata Akbar, Golkar adalah elemen yang juga membantu Soeharto untuk menyukseskan kerja Orde Baru dan begitu pula sebaliknya. “Itu hanya mekanisme untuk memutuskan hal yang penting, Golkar butuh Orde Baru begitu pula sebaliknya, ” katanya.

Dalam wawancaranya dengan CNN Indonesia, September lalu bekas anggota kabinet pemerintahan Orde baru itu mengungkapkan lebih rinci soal jalur A-B-G. Menurut Akbar, Jalur A itu biasanya menunjuk kepada jalur komunikasi Soeharto dengan Panglima ABRI. Jalur B itu dengan Menteri Dalam Negeri dan Jalur G itu untuk Ketua Golkar.

Semua itu berlangsung sesuai masanya, siapa yang duduk pada zamannya itu yang kemudian mendapatkan akses bicara langsung dengan sang Jenderal Bintang Lima.

Dalam bukunya, Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi, Akbar menulis mekanisme tiga jalur itu membuat Orde Baru menjadi tak tertandingi. Terlebih saat terbitnya keputusan penting yang melahirkan "monoloyalitas" terhadap Golkar.

Keputusan itu adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No 12 tahun 1969 tentang larangan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk aktif dalam partai politik. "Sedangkan Golkar pada saat Orde Baru itu bukan merupakan partai politik, jadi dengan kata lain semua birokrat harus mendukung Golkar," katanya. Dengan monoloyalitas itu, birokrasi secara tak sadar disulap menjadi kekuatan yang sangat penting bagi Golkar dalam setiap kemenangannya pada setiap kali pemilu Orde Baru. "Keputusan penting itu lahir juga dari jalur A-B-G."
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER