Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menganggap sistem kepemimpinan Partai Golongan Karya yang tidak demokratis sebagai salah satu hulu permasalahan kaburnya beberapa kader potensial partai. Para anggota partai yang kecewa tersebut akhirnya membentuk partai baru atau berlabuh ke partai lain yang akhirnya melemahkan Golkar dari luar.
"Golkar itu semacam pusat pelatihan kader politik yang kemudian meninggalkan partai. Hasil diaspora Golkar ada di mana-mana. Kalau mereka bersatu, 200 kursi itu gampang. Sayangnya, rasa memiliki kader Golkar itu kurang, salah satunya karena tidak demokratis," kata Emron.
Politisi Golkar, Agun Gunanjar, membeberkan beberapa fakta yang tak jauh dari apa yang telah diungkapkan Emron. Kasus balik kanannya Surya Paloh dan Prabowo Subianto, kata Agun, menjadi hal paling menikam Partai Golkar. Keduanya merupakan kader terbaik partai Golkar yang kini menjadi Ketua Umum NasDem dan Gerindra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebut saja Surya Paloh. Waktu itu dia tidak bisa terima hasil Pekanbaru jadi bikin Nasdem. Itu semua karena partai tidak demokratis. Pun Prabowo, beliau seharusnya jadi aset Golkar," ujar Agun dalam diskusi bertema Golkar Baru di Restoran Horapa, Jakarta, Jumat (14/11).
Agun menganggap Golkar akan kuat jika tahap pertama perbaikan telah dilewati. Tahap tersebut adalah mengubah sistem demokratisasi partai agar lebih baik. "Harus demokratis. Jangan ada lagi aklamasi dan transaksi politik. Kalau pengelolaan seperti ini terus, kader kabur."