Jakarta, CNN Indonesia -- Palu rapat paripurna DPR RI akhirnya diketuk, pembahasan revisi Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD akan dilakukan di luar program legislasi nasional. Keputusan tersebut dibuat berdasarkan Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengatakan langkah selanjutnya terkait pembahasan revisi UU MD3 tersebut adalah mengirim surat pada presiden untuk mengeluarkan surat presiden. "Presiden akan kirim menteri untuk rapat bersama Badan Legislasi untuk kemudian diputuskan rumusan disahkan pada tingkat satu," ujar Fahri sesaat setelah keluar dari ruang rapat raripurna DPR, Selasa (2/12).
Wakil Ketua DPR yang lain, Taufik Kurniawan mengatakan revisi UU MD3 pun resmi dijadikan usulan inisiatif DPR RI. Dia mengharapkan dalam waktu sebelum reses RUU inisiatif tersebut akan segera diselesaikan. "Tanpa mengurangi dan menghilangkan mekanisme yang ada, Insha Allah akan segera selesai," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kader Partai Amanat Nasional itu juga mengungkapkan rekan-rekan Baleg (badan legislatif) untuk bergerak cepat menindaklanjuti RUU inisiatif tersebut agar selesai sebelum tanggal 5 Desember 2014.
Sebelumnya, Rapat Paripurna yang dilakukan pekan lalu, Rabu (26/11) menunda pembahasan UU MD3 dengan alasan harus mengajak Dewan Perwakilan Daerah dalam melakukan pembahasan di tingkat Baleg. Akhirnya, pada Senin (1/12) pertemuan antara Baleg dan DPD pun terjadi. Kala itu, DPD menyampaikan 13 poin tambahan yang harus direvisi dalam UU MD3.
Terkait itu, Taufik mengatakan akan mempertimbangkan usulan DPD pada saat perubahan prolegnas 2015. "Kami hormati dan kami apresiasi usulan DPD tersebut dan nanti oleh Baleg akan menjadi pertimbangan untuk prolegnas 2015," ujarnya.
Sementara itu anggota DPD I Gede Pasek sebelumnya menyayangkan langkah DPR yang lebih mementingkan revisi UU MD3 berdasarkan kesepakatan antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat. Baginya langkah tersebut tidak bisa dibandingkan dengan putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Sejak kapan bagi-bagi kursi lebih penting daripada putusan MK," katanya. "Pasti akan jadi masalah konstitusional karena revisi UU yg tidak berbasis pada aturan main itu sudah cacat," ujar Pasek.