Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh-Nias, Kuntoro Mangkusubroto mungkin orang yang paling sering pusing kepala saat melakukan pembenahan setelah bencana. Beribu urusan ia kerjakan. Dari yang memang kewenangannya, hingga yang bukan.
Penunjukan yang dadakan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga merupakan secuil kisah menarik dari rentang pengalaman yang begitu panjang. Kepada Sandy Indra Pratama, jurnalis CNN Indonesia, Senin pekan lalu ia bercerita. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana bisa anda ke Aceh?Pada waktu itu ditugasi oleh presiden SBY. Awalnya saya gak bisa membayangkan bagaimana suasana dan kerusakan. Hanya mendengar bencananya luar biasa dengan korban yang begitu banyak. Lantaran ketidakjelasan itu, saya lantas sedikit menuntut presiden untuk diberikan kekuasaan. Oleh karenanya kemudian lahirlah Perppu tentang Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana cerita pada awal keberangkatan?Saya tidak begitu saja berangkat. Ceritanya waktu itu ada waktu nyaris satu bulan bernegosiasi dengan presiden. Itu alot. Waktu pertama dipanggil Jusuf Kalla ditugaskan untuk menjadi BRR Aceh. Waktu itu saya langsung bilang bahwa saya butuh “
political shield”.
Aceh sedang konflik, perang dan hancur. Duit banyak dikorupsi. Saya takut masuk penjara dan bencana alam itu biangnya korupsi. Dalam penanganan bencana alam itu ada orang baik, banyak juga orang jahat.
JK kemudian mengatakan dirinya tidak mengerti. Lalu saya jelaskan kalau ingin perlindungan secara politik agar tenang bekerja.
Apa keistimewaan yang didapat kala itu?Paling awal terasanya bisa merekrut siapa pun tanpa proses. Itu salah satunya (menunjuk salah seorang stafnya). Artinya, saya bisa melakukan apa yang baik buat Aceh tanpa harus melalui konsultasi panjang dengan Jakarta.
Seperti apa, cerita awal keberangkatan ke Aceh?Saya berangkat bersama 11 orang. Duitnya pinjaman sana sini. Asalnya rahasia. Alasannya pinjam uang? Lantaran mustahil lembaga baru dan dadakan, bisa dapet anggaran cepat.
Sesampainya di Aceh, sempat menyesal juga melihat kerusakan. Artinya bakal lebih dari kerja keras. Bersama 11 orang itu saya membawa serta istri saya, itu berarti saya akan menetap di Aceh untuk waktu yang lama.
Apakah Political Shield yang diberikan pemerintah membawa manfaat?Saya banyak berinovasi. Dengan kekuatan itu saya mencoba melakukan banyak terobosan. Pada awal masa kerja, saya melihat pemandangan tak biasa. Banyak para pekerja asing antri panjang di depan kantor polisi. Ketika saya tanya ternyata mereka sedang mengurus izin kerja dari kepolisian. Ada biayanya pula Rp 50 ribu.
Wah, saya kira
gak bener
, nih! Masa ada orang bantu malah dipersulit dan bayar. Saya telepon Kapolri segera. Besoknya sudah tak ada praktek itu. Mungkin itu salah satunya.
Kedua, soal visa. Saya juga kaget pengurusan visa bagi para relawan ternyata rumit dan berbelit. Dengan kekuasaan sedikit, saya melakukan inovasi. Akhirnya, saya mungkin satu-satunya pejabat yang bisa memperpanjanng
visa on location. Bahkan contohnya, dalam kasus permohonan visa dari Paris, pernah suatu hari, perpanjangan itu bisa dilakukan hanya dengan izin melalui email dari saya.
Akhirnya saya bikin kantor satu atap yang di dalamnya ada mulai dari bea cukai, imigrasi dan lain sebagainya.
Berapa nilai bantuan yang menggelontor di Aceh?Dalam masa itu
pledge money atau nilai bantuan yang dijanjikan senilai US$ 7,2 miliar.
Nah, realisasinya yang tersalurkan itu 93 persen, tapi sebenarnya lebih dari itu. Angka Itu melebihi rekor dunia, karena sebelumnya bencana di Iran hanya terealisasi 30 persen, di Gujarat 25 persen. Rekor dunianya 63 persen honduras. Artinya, Indonesia melebihi jauh rekor dunia.
Bagi saya itu kepercayaan. Kebanyakan di bencana lain, duit yang didonasi itu buat makan soto atau bukan buat anak kecil tapi buat beli es krim buat sendiri.
Apakah anda sudah memprediksi reaksi dunia soal bantuan?Oh iya, sangat terprediksi. Tsunami ahad, tiga pekan dari bencana ada konferensi internasional di jakarta keluar angka 7,2
billion sebagai
pledge money.
Pernah terjadi di Aceh?Pernah, tapi bukan soal uang. Salah satu ceritanya begini, ada pendonor yang berasal dari Austria protes. Lantaran salah satu media di Eropa membuat sebuah berita kecil saja soal proses rekonstruksi yang disinyalir dibangun menggunakan kayu ilegal. Saat itu juga berhenti
lah bantuan. Seperti itu kan bahaya.
Akhirnya?Saya bujuk, akhirnya saya bikin kebijakan enggak boleh lagi pakai kayu liar. Janji saya kemudian diawasi oleh salah satu donor lain. Pokoknya hidup saya menyenangkan betul. Lima bulan turun berat badan delapan kilo. Dari 72 ke 64 kilogram.
Ada donasi yang tak terkontrol?Donasi yang saya kontrol itu bukan berbentuk uang tapi produk, juga program dan proyek. Jadi tak sepeserpun dana yang istilahnya yang dipegang BRR. Cuma BRR hanya menerima laporan lembaga atau negara donor sudah berbuat apa. Setelah itu kami cek. Begitu saja, jadi enggak ada uang.
Sementara, selama ini kelakuan selalu minta mentahannya. Sistem yang saya terapkan itu ternyata membuat para donor senang. Sebab mereka bisa membantu langsung dengan duitnya sendiri. para pendonor selalu bertanya sama saya, ada enggak NGO yang korup? Ada, tapi mereka gak perlu tahu itu urusan saya, tapi Auditor negara masing-masing.
Apakah BRR diaudit?BPK masuk ke dalam BRR semasa masih beroperasi. Mereka meminta untuk bisa mengaudit, saya persilahkan. BPK sempat juga bertanya mana duit yang dikelola oleh BRR saya jelaskan ulang, BRR gak urusan dengan duit donor.
Apakah ada perselisihan paham dengan BPK atau dengan Jakarta?Kencang betul. Di Aceh saya sering berantem. Mereka mengaudit dan menanyakan bukti-buktinya, saya jawab tidak tahu dengan nada enteng, tapi barangnya semua ada. Akhirnya saya bilang cara mengaudit bencana alam BPK itu gak bisa seperti yang biasanya. Setelah itu, soal penilaian menjadi urusan dia. Persoalan besar itu soal cara audit pasca bencana disamakan dengan kondisi normal.
Akhirnya?Saya Tidak Peduli
Apakah itu bentuk keistimewaan (political shield)?Enggak, bagian itu yang enggak kepikir. Ada dua hal yang enggak kepikir. Pertama soal audit, kedua soal tata cara pengadaan. Musti lelang misalnya. Tapi mau bagaimana semuanya serba darurat di Aceh.
Bertengkar dengan pejabat siapa saja selama di sana?Banyak. Sering. Sama demonstran pernah. Kantor saya diduduki selama dua hari. Itu terjadi tahun ke dua. Dengan birokrasi kebanyakan. Di kalangan menteri Jakarta, saya itu dikenal dengan sebutan, Menteri Aceh. Selama proses rekonstruksi berlangsung seperti itu.
Apa lagi yang membuat pusing?Saya cukup pusing dengan kondisi konflik antara GAM dengan TNI pada saat itu. Suatu kejadian menarik adalah ketika ada seseorang yang sebenarnya dekat dan kenal, belakangan dia mengaku sebagai orang GAM dan memata-mati saya. Memastikan bahwa saya hadir di Aceh untuk bantu Aceh. Tinggalnya di samping rumah saya.
Apakah anda menganggap pekerjaan BRR di Aceh selesai?Pekerjaan saya selesai. Pernyataan saya dua jam sebelum
take off naik pesawat. “Mulai besok, tak ada lagi Jawa yang bisa kau salahkan, tak ada lagi tentara yang bisa kau salahkan. Sekarang semuanya ada di tangan anda.
From now, silahkan kalian urus sendiri.
Saat Aceh di tangan mereka sendiri, menurut anda?Invetasi tidak hadir. Pengangguran tinggi dan kriminal tinggi. Tanpa harus bicara politik.
Bicara soal fasilitas sekarang?Semua bagus, jalan, sekolah, sarana transportasi, semuanya bagus, turis senang. Tapi dibalik itu tetap saja tanpa investasi sulit untuk berkembang.
Apa saran anda untuk Aceh?Lakukan pembangunan secara sistematik dan rasional.
Pemda perannya?Sangat berperan. Dalam investasi masih tak ada kemajuan. Tapi bicara aspek lainnya sudah maju.
Apa keteladanan yang dilihat dari warga Aceh setelah Tsunami?Aceh itu adalah suku yang tak pernah lepas berperang. Bahkan itu berlangsung selama 150 tahun. keteguhan ketegaran dan daya tahan. tapi pada saat yang sama, muncul juga sifat yang tak bagus, yakni curiga terus kepada orang dan cenderung selalu mengatakan tidak, cenderung mementingkan diri sendiri.