PENEMBAKAN PARIS

Media dengan Konten Satire Disebut Hal Biasa di Perancis

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Jumat, 16 Jan 2015 06:50 WIB
Karena sangat sekuler, media yang menyajikan konten satire dinilai sebagai hal yang biasa di Perancis
Majalah Charlie Hebdo terjual jutaan eksemplar dalam hitungan menit di Paris, Perancis. (Reuters/Stephane Mahe)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jurnalis serta peneliti dari Human Rights Watch Andreas Harsono berpendapat kartun satire dalam Charlie Hebdo di Perancis merupakan hal yang biasa di negara tersebut. Menurut Andreas, hal itu sangat terkait erat dengan sejarah Perancis.

"Perancis termasuk negara yang paling sekuler di antara negara-negara Barat. Perancis juga merupakan salah satu pendiri awal demokrasi," kata Andreas saat ditemui di Kantor Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC), Menteng, Jakarta, Kamis (15/1).

Karena sangat sekuler, media yang menyajikan konten satire dinilai sebagai hal yang biasa di Perancis. Bahkan Perancis adalah negara yang paling banyak mengirim orang jihad ke Suriah dan Irak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi mereka berkepentingan untuk mengingatkan publik tentang risiko dari meningkatnya jihad ke Suriah dan Irak," ujar Andreas.

Dia mengatakan, ada ribuan orang dari Perancis yang berangkat jihad ke Suriah dan Irak. Jumlah itu tak bisa dibandingkan dengan di Indonesia yang tidak sampai 100 orang. Praktik beragama di Perancis benar-benar dipisahkan dari negara.

"Sementara kalau di Indonesia, saya kira orang juga harus berpikir soal sensitivitas agama. Di sini, Islam agama yang besar sekali, di Perancis lain," ujarnya.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Andar Nubowo juga mengatakan media berkonten satire merupakan bagian dari budaya Perancis.

"Pernah terjadi perang agama antara Katolik dan Kristen selama 100 tahun di Perancis. Akibatnya, masyarakat trauma dan terbentuklah negara yang sekuler," kata Andar.

Andar menuturkan, undang-undang yang mengatur tentang sekularisme di Perancis muncul sejak tahun 1905. "Meski negara tidak bisa intervensi kehidupan beragama, bila berkaitan dengan urusan publik, maka negara harus turun tangan," ujarnya.

Di sisi lain, tokoh agama serta budayawan Franz Magnis Suseno mengatakan, media seperti Charlie Hebdo tidak dijumpai di Inggris maupun Amerika Serikat yang terkenal sangat menjunjung kebebasan berpendapat. Hal tersebut menguatkan anggapan bahwa satir merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya di Perancis.

"Bukan hanya ditujukan bagi Islam, ejekan itu juga ditujukan ke Katolik. Selama bertahun-tahun ejekan itu tidak bisa dihindari," kata Franz.

Menurut Franz, di dunia Barat, kemampuan psikologis dalam menerima konten satire dianggap sebagai bagian dari kedewasaan.

Franz berpendapat, kebencian terhadap Katolik sangat kuat di Perancis. "Bila sampai melakukan protes, maka yang protes malah akan diejek juga. Jadi, diam merupakan sikap paling bijaksana," ujarnya. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER