Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah diminta untuk mengkaji ulang vonis mati bagi terpidana narkotika perempuan. Sebab pada banyak kasus narkotik, perempuan sebenarnya justru menjadi korban yang kerap dijebak oleh para mafia barang haram baik dalam maupun luar negeri.
Menyikapi permasalahan ini, dosen hukum dan masyarakat dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tien Handayani Nafi mengatakan sindikat narkotika sering menggunakan kelemahan perempuan untuk menjebak mereka ke dalam peredaran narkotik.
"Banyak perempuan rentan dijadikan sasaran pengedar narkotika. Hal ini semestinya bisa jadi pertimbangan penegak hukum juga saat persidangan," ujar dia saat dihubungi CNN Indonesia, Jumat (16/1).
Tien mengatakan alih-alih menerapkan hukuman mati, pemerintah bisa memberlakukan hukuman seumur hidup bagi terpidana narkotika perempuan, yang terbukti dipermainkan sebagai alat dalam sindikat narkotik internasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemimpin Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah mengatakan sindikat biasa menggunakan feminitas untuk memuluskan modus peredaran narkotik.
"Perempuan banyak dikelabui di bandara, dipacari, diperistri untuk kemudian bantu jual narkotika," ujar dia.
Yuniyanti mengatakan semestinya faktor tersebut bisa menjadi pertimbangan lebih lanjut untuk menetapkan hukuman mati bagi terpidana narkotika perempuan.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia menjawab pertanyaan publik mengenai eksekusi mati dengan menetapkan jadwal eksekusi atas enam terpidana narkoba.
Keenam terpidana tersebut adalah Rani Andriani dari Indonesia, Daniel Enemuo dari Nigeria, Ang Kim Soei dari Belanda, Tran Thi Bich Hanh dari Vietnam, Namona Denis dari Nigeria dan Marco Archer Cardoso Moreira dari Brazil.
Rani menjadi satu-satunya terpidana perempuan yang terjerat perkara narkotik dari Indonesia yang akan menjalani eksekusi mati, yang dijadwalkan Ahad 18 Januari ini oleh Kejaksaan Agung. Rani divonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten karena kedapatan membawa kokain seberat 3.500 gram.
Mengenai eksekusi mati tersebut, Tien mengatakan hal tersebut sudah melalui pertimbangan politis dan hukum. Hanya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang bisa melakukan langkah politis peringanan hukuman atas terpidana perempuan.
"Hanya tinggal keputusan politis di sini. Kalau memang benar Rani dijebak dalam sindikat narkotika, mestinya Menteri Perempuan yang bargain untuk ringankan hukuman jadi seumur hidup," katanya menjelaskan.
Dalam penelusuran CNN Indonesia sebelumnya, berdasar data Badan Narkotika Nasional p
uluhan perempuan yang kebanyakan berprofesi sebagai Tenaga Kerja Indonesia. Rata-rata mereka memacari para TKI yang sedang punya masalah, lalu sengaja dibuat hamil agar bergantung kepada mereka dan mau disuruh-suruh, termasuk membawa narkoba," kata Direktur Pengawasan Tahanan, Barang Bukti, Aset dan Tindak Pidana Pencucian Uang BNN Komisaris Besar Sundari.
Untuk tahun 2014, menurut penyelidikan BNN, sindikat narkotika internasional banyak menyasar TKI di Hongkong. Kaki tangan jaringan ini berkeliaran di Victoria Park, mengincar para pekerja yang masa tinggalnya di Hongkong sudah lewat.
"Mereka ditawari pekerjaan baru ke China, yaitu membawa barang ke negara itu. Sindikat menyediakan paspor serta kartu identitas baru," kata Sundari.
Untuk pekerjaan "mengantar barang" ini para kurir mendapat uang Rp 5 hingga 10 juta sekali mengantar. Barang tersebut harus diserahkan ke orang tertentu di negara yang dituju. Untuk menghilangkan jejak, para kurir ini diharuskan terbang secara estafet ke berbagai negara sebelum sampai ke tujuan.
(Berita bisa diikuti dalam Fokus: Perempuan di Balik Lalu lintas Narkotik)
(utd/sip)