Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Saan Mustopa, menilai ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan agar Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah sebaiknya tidak direvisi. Salah satunya karena sempitnya jangka waktu untuk merevisi tersebut.
"Pilkada sudah akan dimulai tanggal 23 Februari, kalau kita ingin revisi itu kan memerlukan waktu yang tidak bisa kita prediksi," ujar Saan di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (21/1).
Menurutnya, revisi UU Pilkada tidak sama seperti UU MD3. Dia menilai, revisi UU MD3 hanya menjadi satu-satunya pintu untuk islah. Selain itu, UU MD3 juga tidak memerlukan keterlibatan eksternal. "UU Pilkada kan perlu banyak, ada pemerintah, KPU, Bawaslu, DPD dan lainnya," kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga mengatakan, jika UU Pilkada direvisi dan belum dapat diselesaikan padahal tahapannya sudah dimulai, maka akan ada suasana ketidakpastian di Komisi Pemilihan Umum. Lebih lanjut, menurutnya revisi tersebut malah akan mengganggu persiapan atau tahapan Pilkada.
Selain itu, Saan mengomentari salah satu poin yang masuk dalam daftar revisi dari beberapa fraksi, yaitu berkenaan dengan sistem paket pasangan calon kepala daerah. Ada usulan untuk calon wakil kepala daerah diajukan sebagai paket bersama dengan calon kepala daerah. Sedangkan dalam UU Pilkada, wakil kepala daerah nanti ditunjuk langsung oleh kepala daerah terpilih.
"Umumnya hampir di atas 60 persen kepala daerah dan wakil kepala daerah selalu tidak harmonis. Konflik antara kepala daerah dan wakil kepala daerah membuat pemerintah terbengkalai dan tugas-tugas pelayanan tidak terurus," terangnya.
Begitupun dengan penanganan sengketa Pilkada yang tidak lagi ditangani oleh Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, hal tersebut dituliskan dalam UU Pilkada karena adanya putusan MK terlebih dahulu.
Lebih lanjut, Saan menilai hasil akhir nanti tidak bersifat inkonstitusional meskipun tetap KPU penyelenggara Pilkada dan bukan MK yang menangani kasus sengketanya.
"Dari semenjak Pilkada pertama kali kan itu penanganan sengketanya di Mahkamah Agung. Dan penyelenggaranya KPU. Rezimnya bukan rezim Pemilu itu, tapi hanya penanganan sengketanya saja," terangnya.
Sebelumnya MK memutuskan berdasarkan Putusan MK Nomor 97/2014, Pilkada bukanlah gelaran pemilihan umum. Karena Pilkada bukan lagi termasuk dalam rezim Pemilu, sehingga MK menyatakan lembaganya tidak berwenang lagi memutus perkara perselisihan hasil Pilkada.
(meg/meg)