Jakarta, CNN Indonesia -- Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) diduga terlibat dalam perdagangan buruh migran. Hingga kini, masih belum ada tindak lanjut dugaan tersebut dari penegak hukum.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anies Hidayah mengatakan pejabat yang terlibat dalam perdagangan buruh migran berada pada level Eselon I dan Eselon II.
"Pejabat Eselon I dan II yang lama tidak memiliki prestasi dan terindikasi terlibat dalam mafia penempatan buruh migran," ujar Anies dalam jumpa pers "Rapor 100 Hari Jokowi, 10 Agenda Politik Perempuan' di Cikini, Jakarta, Selasa (3/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anies mengatakan modus yang dilakukan pejabat tersebut yakni melalui kebijakan penempatan buruh migran. Anies mencontohkan seorang buruh migran diwajibkan membayar sejumlah uang ke Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia Swasta (P2TKIS).
"Itu tidak wajar, baik kebijakan dan implementasi serta tidak pernah diawasi. Misalnya, buruh mau ke Hong Kong bayar Rp 35 juta dan mau ke Taiwan bayar Rp 50 juta," katanya.
Anies mengatakan setiap buruh diwajibkan membayar biaya tersebut dengan memotong gaji mereka. Misalnya, buruh yang bekerja di Taiwan dipotong gajinya lebih dari 12 bulan. Sementara itu, buruh yang bekerja di Hongkong dipotong gaji 7 bulan.
"Padahal, mayoritas buruh ini orang miskin," ujar dia.
Penyalur agen TKI swasta tersebut, katanya, diduga bermain dengan aktor pejabat negara untuk mendistribusikan buruh migran ke negara tertentu. Kongkalikong tersebut yang dianggap menjadi cikal bakal mafia penempatan TKI.
"Kami sudah melaporkan hal itu ke PPATK dan KPK tapi masih menunggu tindak lanjut. Yang dilaporkan banyak," ujar Anies.
Namun, Anies mengatakan belum bisa mengungkap nama pejabat yang diduga terlibat dalam kejahatan tersebut.
Sementara itu, untuk mengusut P2TKIS yang nakal, Anies menyarankan agar pemerintah tak hanya mencabut izin tetapi juga melakukan tindak pidana.
"Yang perlu didorong bukan hanya sanksi pencabutan izin tapi sanksi pidana. Kita punya UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang perdagangan orang. Saya kira untuk proses penempatan buruh migran itu lebih banyak memenuhi unsur perdagangan," kata dia.
Menurutnya, pencabutan izin hanya bisa membekukan perusahaan dalam jenjang waktu tertentu. Namun, perusahaan tersebut, katanya, dapat membuat lagi dan mengajukan izin baru.
"Mereka sudah puluhan tahun. Mereka punya deposito Rp 500 juta di rekening Menteri," kata dia.
(utd)