Jakarta, CNN Indonesia -- Bersamaan dengan gugatan yang akan diajukan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, terkait dengan pembebasan bersyarat yang diberikan kepada terdakwa pembunuh Munir, LBH Jakarta mempertanyakan sikap Pollycarpus Budihari Prihanto pasca pembebasan dirinya.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Ichsan Zikry, menanyakan apakah Polly benar menyadari kesalahannya. "Tujuan pemasyarakatan dalam pasal 2 UU 12/1995 salah satunya adalah agar narapidana dapat menyadari kesalahannya, pertanyaannya, apakah segala tindakan Pollycarpus sudah mencerminkan sikap menyadari kesalahannya?" kata Ichsan dalam keterangannya yang diterima CNN Indonesia, Rabu (4/2).
"Sampai saat ini dia masih merasa tidak membunuh Munir dan tetap menutup rapat siapa dalang pembunuhan Munir,"Ichsan Zikry, LBH Jakarta |
LBH Jakarta menyebutkan, pembebasan bersyarat adalah bagian dari program pembinaan pemasyarakatan, sehingga pemberiannya juga harus sesuai dengan tujuan sistem pemasyarakatan, seperti yang termakhtub dalam UU tersebut. "Namun, bukan berarti setiap narapidana wajib diberikan pembebasan bersyarat," ujarnya.
Ichsan juga menilai, jika Polly benar menyadari kesalahannya, seharusnya Polly mampu membeberkan siapa pembunuh Munir sebenarnya. "Sampai saat ini dia masih merasa tidak membunuh Munir dan tetap menutup rapat siapa dalang pembunuhan Munir," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karenanya, LBH Jakarta beranggapan, pemerintah tidak berhati-hati dalam memberikan pembebasan bersayarat. "Pemberian pembebasan bersyarat ini kontraproduktif dengan komitmen pemerintah untuk mengungkap kasus pembunuhan Munir, dan juga kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya," ujar Isnur.
Seperti diketahui, Polly bebas pada akhir November 2014 lalu setelah menjalani 8 tahun 11 bulan penjara, atas hukuman 14 tahun penjara yang diganjar kepadanya dalam dakwaan membunuh aktivis HAM, Munir Said Thalib, pada 7 September 2004 silam.
(meg/sip)