Jakarta, CNN Indonesia -- Kejahatan pada anak termasuk salah satu jenis kejahatan yang paling sulit terdeteksi. Dengan demikian, orangtua semestinya lebih waspada terhadap pelaku kejahatan anak terutama yang berada di dunia maya.
Hal tersebut disampaikan oleh aktivis End Child Prostitution, Child, Pornography & Trafficking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia Andy Ardian.
"Orangtua harus waspada terhadap pelaku kejahatan kepada anak. Seringkali, mereka tidak terlihat di sekitar kita," kata Andy kepada CNN Indonesia usai diskusi di Gedung KPAI, Teuku Umar, Jakarta Pusat, Selasa (10/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data KPAI, sejak 2011 hingga 2014, jumlah anak korban pornografi dan kejahatan dunia maya telah mencapai 1.022 anak. Dari jumlah tersebut, anak yang menjadi korban pornografi secara offline atau korban kejahatan melalui foto atau gambar sebanyak 28 persen.
Andy mengatakan salah satu yang harus diwaspadai adalah tidak memasukkan foto anak yang sedang berpakaian minim ke internet meskipun anak belum memasuki usia pubertas. "Tidak menutup mata, masih ada kasus pencabulan bayi. Sebaiknya, orangtua lebih berhati-hati dalam mempublikasikan foto anak ke akun media sosial," ujar dia.
Lebih lanjut lagi, dia mengimbau agar orangtua dapat mengajarkan anak agar tidak melakukan foto sembarangan. "Kadang anak terbuai melakukan foto dirinya sendiri atau selfie karena mendapatkan pujian dari orang yang melihat fotonya. Itu yang membuatnya merasa sikapnya dibenarkan orang lain," ujar dia.
Andy juga menyampaikan yang lebih berbahaya adalah ketika ada orang asing berniat jahat dan kemudian melakukan langkah lebih jauh dengan memuji foto sang anak. "Itu perlu diwaspadai. Bisa saja dia mengirim pesan kepada sang anak untuk kemudian menjalankan aksinya," katanya.
Selain itu, Andy berpendapat orangtua harus lebih peka terhadap perkembangan sang anak serta perkembangan zaman. Orangtua, menurutnya, dinilai perlu membicarakan seksualitas dengan anak. "Caranya berbeda-beda, namun yang pasti, orangtua harus meluangkan waktunya untuk mengobrol dengan anak," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif DNS Nawala, M. Yamin, mengatakan saat ini banyak anak menjadi korban pornografi karena media sosial yang kurang populer.
"Beberapa anak menjadi korban pornografi karena penggunaan media sosial yang lebih tersembunyi seperti Whisper dan Secret yang berbentuk aplikasi," ujar dia.
Menurutnya, banyak orangtua yang tidak tahu jejaring sosial itu sehingga tidak bisa memantau perilaku anaknya saat menggunakannya. Padahal, kata Yamin, jejaring sosial merupakan salah satu pintu masuk kasus pornografi anak.
(utd/sip)