Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2013 menempatkan Indonesia sebagai negara dengan pengidap penyakit tuberkulosis nomor empat terbesar di dunia. Organ Perserikatan Bangsa-Bangsa itu menggarisbawahi, tahun 2014 penemuan kasus tuberkulosis pada rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di Indonesia mencapai 81 kali lebih banyak dibanding pada populasi umum.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tak memungkiri hasil penelitian WHO. Direktur Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana Kemenkumham Nugroho berkata, setidaknya terdapat empat faktor yang menyebabkan penghuni rutan dan lapas rentan terjangkit penyakit dengan kategori menular langsung ini.
Nugroho menuturkan, hunian padat di rutan dan lapas merupakan persoalan klasik yang tidak mudah terpecahkan. "Faktor pertama adalah penghuni yang melebihi kapasitas," ujar Nugroho di Rutan Klas I Cipinang, Jakarta, Selasa (24/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Rutan Klas I Cipinang Asep Sutandar membenarkan pernyataan Nugroho. Asep mencontohkan, saat ini Rutan Cipinang ditinggali sebanyak 3.395 tahanan padahal kapasitas maksimal rutan yang dioperasikan sejak tahun 2008 itu hanya 1.336 tahanan.
Faktor kepadatan diperburuk faktor kedua, yaitu tata ruang dan sirkulasi udara ruang tahanan tidak optimal. Nugroho menuturkan, rutan yang ada belum sesuai dengan kaidah pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis.
Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Sigit Priohutomo menilai, kepadatan hunian sebenarnya tidak akan berdampak besar pada penularan tuberkulosis jika ruang tahanan dibangun lebih terbuka.
"Kalau ventilasi dan lingkungan terbuka, sinar matahari masih bisa masuk, penularan bisa terminimalisir," ujarnya.
Faktor ketiga, menurut Nugroho, adalah jumlah dan distribusi tenaga kesehatan di rutan dan lapas minim. Rutan Cipinang hanya memiliki 15 tenaga medis yang terdiri dari dokter, perawat dan bidan. Dalam konteks ini, kondisi rutan atau lapas di daerah bisa lebih buruk dari pada Rutan Cipinang yang berada di ibukota.
"Kondisi seperti ini merupakan beban dan hambatan luar biasa. Perbandingan jumlah tahanan dan tenaga media sangat jomplang," kata Yulius Sumarli, dokter sekaligus koordinator tenaga medis di Rutan Cipinang.
Jika di rata-rata, maka seorang tenaga medis di Rutan Cipinang harus menangani sekitar 226 tahanan.
Persoalan keempat yang mengakibatkan rentannya penghuni rutan dan lapas terhadap bakteri tuberkulosis adalah ketersediaan ruang isolasi dan ruang perawatan bagi terduga serta pengidap tuberkulosis masih kurang. Nugroho mengakui fasilitas ini relatif belum dimiliki rutan dan lapas.
Nugroho mengatakan, tenaga medis biasanya memanfaatkan sel khusus isolasi yang diperuntukan bagi tahanan dan narapidana yang melanggar peraturan.
(rdk)