Rentetan Kerugian Drama Panggung Partai Golkar

Helmi Firdaus | CNN Indonesia
Jumat, 13 Mar 2015 10:06 WIB
Mekanisme penyelesaian konflik di Golkar tidak berjalan lembut seperti biasanya. Kerugian politik partai besar ini jadi konsekuensi yang mesti ditanggung.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Munas Ancol, Priyo Budi Santoso (kiri) bersalaman dengan Sekjend Partai Golkar Munas Bali Idrus Marham kanan) disaksikan oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar Munas Bali Theo L Sambuaga, ketika mengikuti sidang Mahkamah Partai Golkar dalam memutuskan kisruh dualisme kepengurusan Partai Golkar antara kubu Agung Laksono dengan kubu Aburizal Bakrie, di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Rabu, 25 Februari 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat politik dari Charta Politik, Yunarto Wijaya mengaku heran atas percobaan penyelesaian konflik Partai Golkar yang membenturkan kubu Abrizal Bakrie (Ical) dengan Agung Laksono. Sebab menurutnya, penyelesaian konflik partai beringin kali ini di luar kebiasaan mereka.

"Biasanya, Golkar itu menyelesaikannya di panggung belakang. Ini kok ditampilkan di panggung depan," ujarnya saat berbincang dengan CNN Indonesia, Jumat (13/3).

Menurut Yunarto, sebelumnya Golkar adalah partai dengan mekanisme penyelesaian konflik paling baik di antara partai lainnya. Para kubu yang bertikai, akan secara sehat mencari titik temu atau keseimbangan yang masuk akal bagi masing-masing pihak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setidaknya, kata Yunarto, ada dua dampak besar atas penyelesaian konflik di depan panggung beringin ini. Konsolidasi partai tentu terhambat yang akan berpengaruh pada pilkada serempak yang akan digelar tahun ini. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam uji publik mengusulkan 9 Desember nanti sebagai hari penyelenggaraan pilkada serempak tahun 2015 ini.

Ada waktu sembilan bulan untuk menyiapkan pilkada. Selintas, seperti rentang yang cukup lama. Tetapi, sebenarnya itu bakal sempit mengingat masih belum tahu juga kapan konflik ini berakhir.

Itu masih ditambah, pemenang konflik ini -untuk sementara kubu Agung Laksono di atas angin berkat keputusan Menkumham yang mengakui kepengurusan mereka yang sah di Golkar- masih harus melakukan musyawarah daerah (musda) dan musyawarah nasional (munas) untuk konsolidasi. Lalu masih ada proses seleksi untuk memilih calon yang bakal maju di pilkada.

"Ini kerugian yang besar. Sejauh ini, Golkar menjadi partai yang calonnya banyak menang di pilkada. Bayangkan, setidaknya ada 200 pilkada. Kalau konflik tak kunjung selesai, besar kerugian politik Golkar," terangnya.

Kerugian politik lainnya, tutur Yunarto, adalah penurunan elektabilitas Golkar yang tajam.

Menurut Yunarto, akan membutuhkan banyak waktu dan tenaga untuk mengerek kembali elektabilitas yang dimiliki Golkar saat Pemilu kemarin. "Bukan soal mudah menaikkan kembali elektabilitas," paparnya.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI), elektabilitas Golkar terus menurun sejak Pemilu 2004 meski sedikit naik pada Pemilu 2014 kemarin.

Pada Pemilu 2004, elektabilitas Golkar 22,44 persen lalu turun menjadi 14,45 persen pada Pemilu 2009 dan sedikit naik pada Pemilu 2014 menjadi 14,75 persen. Pada survei yang dilakukan Desember 2014 atau awal konflik, elektabilitas Golkar menukik turun jadi 8,4 persen.

Politisi senior Golkar Hajriyanto Thohari juga mengaku heran dengan self mechanism penyelesaian konflik di Golkar yang tidak bisa berjalan baik. Mantan wakil ketua MPR itu bahkan menilai para politisi Golkar, terutama elitenya, telah kehilangan akal politik.

"Ini konflik politik. Penyelesaian ya lewat jalur politik, bukan hukum. Jalur hukum hanya akan menghabiskan banyak hal. Itu tanda hilangnya akal politik," tuturnya.

Hajriyanto menilai, konflik ini hanya bisa jika kedua kubu, Ical dan Agung, mau berdamai dengan melakukan munas konsolidasi. Jika bukan itu, hanya kerugian yang ada bagi Golkar.
(sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER