Jakarta, CNN Indonesia -- Warga Sukabumi, terutama warga Kampung Cimerak, Desa Tegal Panjang, Kecamatan Cireunghas yang dilanda longsor harus waspada setidaknya seminggu ke depan. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan hujan dengan intensitas ringan sampai sedang akan mengguyur Sukabumi, terutama di siang atau sore hari.
"Jawa Barat, termasuk Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, 3-4 hari ke depan masih akan diguyur hujan ringan sampai sedang. Ini soalnya masih musim penghujan, di bagian akhir, atau masa transisi," kata Prakirawan BMKG Soenardi saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (30/3).
Soenardi menambahkan, musim kemarau baru akan mulai pada Juni mendatang. Hingga waktu itu, hujan akan tetap turun meski tidak sepanjang hari. Hujan intensitas ringan sampai sedang akan turun. Biasanya, akan turun pada siang atau sore hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana dilansir dari detik.com, hujan pada Sabtu (28/3) membuat air dari Gunung Merak melimpah ke perkampungan. Akibatnya, tebing setinggi 20 meter dengan panjang sekitar 200 meter longsor menutup akses Jalan Sukalarang - Cireungas. Setidaknya 11 rumah tertimbun longsor ini.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho saat dihubungi oleh CNN Indonesia menyatakan, belum ada perkembangan terbaru soal korbang longsor di Sukabumi.
Satu jenazah ditemukan tim evakuasi longsor Sukabumi, Jawa Barat, siang tadi.Korban Deni, tukang ojek asal Kampung Pasekon, Kecamatan Sukaraja. Dengan demikian, total korban tewas menjadi 13 orang.
Jenazah Deni dievakuasi pada pukul pukul 12.15 WIB. Korban terkubur di kedalaman 2 meter. Jenazah langsung dievakuasi ke ambulans.Berdasarkan data BNPB, korban tewas yang sebelumnya ditemukan berjumlah 12 orang. Mereka adalah Maya (13), Aisyah (50), Sopardi panggilan Opan (56), Dede (40), Elsa (15), Egi (6), Jamilah/Nyinyin (37), Lisdiawati (4), Lilis (36), Abdul Muti (42) dan terakhir Aldi (12).
Sutopo menambahkan, longsor di Sukabumi ini, belum masuk skala nasional. Sutopo menjelaskan, memang agak sulit menentukan standar sebuah bencana. Sejauh ini, bencana itu menjadi nasional dimana BNPB akan turun adalah ketika pemerintah daerah setempat lumpuh atau tidak bisa berjalan normal karena bencana tersebut. 'Jadi bukan hanya sekadar banyaknya korban," terang Sutopo.
Meski longsor Sukabumi bukanlah skala nasional, bukan berarti BNPB tinggal diam, tutur Sutopo. BNPB memberikan pendampingan dalam segala segi kepada BPBD terkait bencana yang menimpa mereka. Pendampingan akan dilakukan hingga segala hal terkait bencana yang melibatkan BPBD tuntas.
Korban karena tanah longsor memang sering terjadi di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Sebelum longsor Sukabumi, longsor besar di Banjarnegara, Jawa Tengah, Desember tahun lalu. Akibat bencana ini, korban tewas sebanyak 79 orang dan ratusan orang hilang. Presiden Jokowi memainta 43 KK dipindahkan dan Menteri Transmigrasi dan Pembangunan Daerah Tertinggal Marwan Jafar mengatakan pemerintah akan melakukan transmigrasi bagi penduduk yang berada di daerah rawan bencana, (Baca Fokus:
Musibah Longsor Banjarnegara).
Pakar gempa dari LIPI Danny Hilman menyebutkan, bencana longsor sebenarnya bisa diantisipasi. Menurut dia, warga yang tinggal di bawah tebing umumnya telah memiliki pengetahuan lokal soal longsor. "Mereka tahu, bagaimana kekuatan tebing di mana mereka tinggal. Itu bisa mereka perhitungkan," paparnya. Banyak hal yang mempengaruhi kekuatan tebing, antara lain, kemiringan, komposisi tanah dan batuan, serta kondisi alam sekitar, apakah penuh pohon yang bisa menahan air.
Hanya saja, meski telah sadar akan ancaman bahaya yang makin tinggi, Danny menilai, banyak warga yang tinggal di lereng kemudian tidak banyak memiliki pilihan, antara lain karena pertimbangan ekonomi. Untuk itu, lanjut dia, pemerintah yang harus lebih aktif melakukan tindakan-tindakan pencegahan terhadap daerah-daerah yang rawan longsor. "Salah satunya melakukan kurasi untuk menentukan pada batas mana wilayah aman untuk tinggal," tukasnya.
(hel)