Jakarta, CNN Indonesia -- Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Husna Zahir berpendapat penjual makanan yang mengandung zat berbahaya harus dihukum lebih berat.
Ia mengingatkan dampak yang ditimbulkan dari mengonsumsi makanan berbahaya dalam jangka panjang sangat fatal dan kerap tidak terdeteksi secara dini.
"Kalau sudah ditemukan kasusnya, palingan mereka hanya dihukum dengan tindak pidana ringan. Padahal dampaknya sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat," kata Husna saat konferensi pers di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Rabu (1/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seharusnya, Husna menegaskan, aparat penegak hukum dapat menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk kasus penjualan makanan yang mengandung zat berbahaya.
Dalam pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diatur bahwa pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha akan dihukum dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
"Namun, sepertinya UU itu tidak pernah dipakai. Yang ditanya pasti ada korban atau tidak," kata Husna. Padahal, lanjutnya, konsumen yang telah menjadi korban sering kali tidak tahu bahwa makanan yang ia konsumsi berbahaya.
"Barulah bertahun-tahun kemudian, ia terkena kanker, misalnya," kata Husna. Karena ketidaktahuan itu pula, jumlah aduan masyarakat terkait makanan berbahaya juga sangat minim.
"Namun ternyata ada juga pedagang yang tergolong lugu. Ia tidak tahu kalau bahan yang ia gunakan berbahaya bagi kesehatan. Secara terang-terangan, ia mengakui telah menggunakan zat berbahaya," lanjutnya.
Husna menambahkan, masyarakat dari kalangan ekonomi lemah adalah kelompok yang paling dirugikan dari beredarnya makanan yang mengandung zat berbahaya. "Mereka tidak punya banyak pilihan sehingga mau tidak mau mengonsumsi makanan berbahaya itu," katanya.
Anak-anak pun masuk dalam kategori kelompok masyarakat yang paling rentan mengonsumsi makanan berbahaya. Karena itu, Husna menekankan, masyarakat harus diedukasi dengan baik agar tahu mana makanan yang aman dan tidak.
"Bagaimana kemudian pemerintah bisa menjamin agar produknya aman? Kami harapkan makanan yang beredar itu aman. Kami tidak bicarakan kualitas dulu," tutur Husna.
(obs)