Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparingga menyatakan pihaknya bekerja sama dengan sekolah untuk memerangi jajanan berbahaya. Oleh karena itu, BPOM menyiapkan kader-kader sekolah yang secara khusus meninjau makanan dan minuman yang dijual di lingkungan sekolah.
"Kadernya bisa dari Komite Sekolah yang kemudian kami latih dan bergerak di lingkungan sekolahnya masing-masing. Kunci keberhasilannya ada di mereka," kata Roy kepada CNN Indonesia, Kamis (12/2).
Menurut Roy, tanggung jawab 'membersihkan' sekolah dari jajanan berbahaya bukan hanya ada pada BPOM, melainkan juga sekolah dan komunitas di dalamnya, seperti kepala sekolah, guru, orangtua murid, dan siswa. "Akan sangat efektif bila komunitas sekolah yang mengawasi langsung," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih jauh lagi, Roy mengatakan BPOM melakukan intervensi pada 13 persen sekolah dari jumlah yang ada di Indonesia. "Itu sekitar 23 ribu sekolah dari 180 ribu sekolah. Dan, kami lihat sekolah yang kami intervensi itu kualitas makanan dan minumannya membaik. Namun, tidak dapat dikatakan telah terkendali," ujarnya.
Lebih lanjut, Roy mengungkapkan ada empat macam jenis makanan dan minuman di lingkungan sekolah yang harus diwaspadai. "Namun, tidak semuanya mengandung bahan kimia berbahaya. Sebagian besar yang kami kategorikan makanan dan minuman tidak layak adalah karena tingkat kebersihannya yang buruk," kata Roy.
Pertama, minuman jenis es. BPOM menemukan minuman jenis es kerap kali tidak layak karena menggunakan air yang kotor. Kedua, minuman berjenis sirup. "Minuman jenis sirup juga banyak ditemukan menggunakan air yang tidak layak serta terkadang ditemukan bahan perwarna tekstil," kata Roy.
Ketiga, makanan berbentuk agar-agar. "Selain sanitasi yang tidak layak, makanan itu juga terkadang ditemukan mengandung boraks atau perwarna tekstil," kata Roy. Keempat, bakso yang mengandung formalin.
"Namun, kami menemukan bahwa hanya 2 hingga 3 persen makanan dan minuman yang mengandung bahan kimia berbahaya. Mayoritas, tidak layak karena sanitasi," kata Roy.
(utd)