Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Advianti mengatakan kasus kekerasan anak di Gowa, Sulawesi Selatan sudah terjadi cukup lama. Bukan hanya banyak kasus kekerasan anak di sana, tetapi kasusnya sudah terbilang ekstrem.
Pernyataan tersebut dilontarkannya menanggapi kasus pembakaran anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), di mana pelakunya adalah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Kami belum membuat data kuantitatifnya. Namun, Gowa ini dari dulu memang banyak kejadian kekerasan anak yang ekstrem," kata Maria kepada
CNN Indonesia, Rabu (8/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maria memaparkan, di Gowa pernah terjadi kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh siswa SD secara berkelompok. Belum lagi, peristiwa di mana anak SD menonton video pornografi beramai-ramai.
"Namun, kejadian pembakaran anak oleh anak ini baru pertama kali terjadi. Setidaknya, yang diketahui oleh KPAI," kata Maria.
Karena banyaknya kejadian tersebut, Maria mempertanyakan pola asuh orangtua di Gowa. Menurutnya, setiap daerah punya karakteristik masing-masing terkait pola asuh orangtua.
"Misalnya, di Manado, itu ada kebiasaan di mana si anak diajak mabuk juga bersama orangtuanya. Nah, kalau di Gowa itu seperti apa, sih?" katanya.
Ada proses meniruMaria mengatakan pelaku yang masih merupakan anak tersebut telah melakukan peniruan sehingga bisa sampai melakukan tindakan pembakaran terhadap orang lain. Si anak bisa meniru dari melihat langsung atau dari media seperti televisi atau internet.
"Dia tidak punya perilaku kriminal yang original. Ketika dia lakukan tidak pidana, 99,9 persen dia pasti pernah melihat tindakan itu sebelumnya," kata Maria.
Apalagi, kata Maria, anak punya kemampuan meniru yang jauh lebih hebat dibandingkan orang dewasa. Karenanya, orangtua diimbau untuk mendampingi anak ketika menonton televisi. Jangan sampai anak menyaksikan tontonan yang sarat kekerasan.
"Selain itu, orangtua juga harus ajarkan agar anak tidak melakukan kekerasan. Misalnya ketika bermusuhan dengan temannya, orangtua ajarkan agar si anak mengajak bicara kawannya baik-baik dan meminta maaf," katanya.
Namun, dalam beberapa kasus, kata Maria, orangtua justru ikut campur ketika anaknya ada masalah dengan temannya. "Atau terkadang orangtuanya juga menunjukkan kekerasan, sehingga si anak meniru," katanya.
Meski telah melakukan perbuatan yang kejam, Maria menilai pelaku yang masih di bawah umur tersebut harus mendapatkan perlindungan secara hukum. "Ia harus didampingi orangtuanya serta lembaga bantuan hukum," katanya.
Seorang pelajar kelas VI SD di Gowa, Sulsel dibakar oleh dua orang anak yang masih duduk di bangku SMP pada Sabtu (4/4). Si pelaku menyiramkan bensin ke tubuh dan tangan korban, kemudian menyulut korek api ke tubuh korban.
Perlakuan itu didapatkannya saat ia tengah bermain game online di warung internet di Jalan Andi Tonro, Kecamatan Somba Opu, Gowa, Sulsel. Akibat kejadian itu, korban mengalami luka bakar di punggungnya dan dikhawatirkan tidak bisa mengikuti Ujian Nasional (UN).
(adt)