LIPSUS BPJS KESEHATAN

Kementerian Kesehatan: Potensi Kecurangan itu Nyata Ada

Yohannie Linggasari & Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Kamis, 09 Apr 2015 18:10 WIB
Rasio klaim rumah sakit kepada BPJS Kesehatan tahun 2014 mencapai 103 persen. Selain besar pasak dari pada tiang, potensi fraud juga diakui ada.
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Donald Pardede. (CNN Indonesia/Yohannie Linggasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gedung Teratai yang terletak di Lantai 2 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati terlihat sibuk hari itu, 7 Januari 2015. Semua orang ingin mendapat fasilitas kesehatan lebih dulu, lebih cepat, dan pelayanan terbaik.

Shelvy Juwita, 30, salah satu pasien di Gedung Teratai, baru saja melahirkan bayi perempuannya, Kinara Aphrodita Immaculata, dengan cara operasi sesar sehari sebelumnya. Di pangkuan Shelvy Kinara nampak kehausan. Dengan sigap, Shevly menyusuinya.

“Tapi karena saya dikasih kelas 3, di tempat tidur enggak ada tirainya. Susah jadi mau menyusui anak saya,” tutur Shelvy kepada CNN Indonesia, akhir Januari lalu.

Shelvy mendengar sang suster menanggapi, “Namanya juga kelas tiga, harus apa adanya.” Padahal, karyawati di salah satu perusahaan swasta di Jakarta itu adalah peserta BPJS Kesehatan kelas 1 yang membayar sendiri premi bulanannya. Namun RSUP Fatmawati mengatakan kamar kelas 1 penuh sehingga dia harus mau ditempatkan di kelas 3.

Di ruangan itu, ada total tiga pasien peserta BPJS Kesehatan kelas 1 yang diberi kamar di kelas 3. Yang semakin membuat Shelvy sebal adalah, suster RSUP Fatmawati memberikan bayi Kinara susu formula. “Tanpa persetujuan saya, orang tua si bayi enggak tahu anaknya dikasih susu formula. Harusnya enggak boleh,” kata Shelvy kesal.

Shelvy hanya salah satu di antara tumpukan keluhan masyarakat Indonesia atas mutu pelayanan dan fasilitas kesehatan di rumah sakit. Sebagai perwakilan pemerintah yang bertanggung jawab atas akses kesehatan, bagaimana tanggapan Kementerian Kesehatan mengenai implementasi program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan?

Berikut petikan wawancara wartawan CNN Indonesia Yohannie Linggasari dan Rosmiyati Dewi Kandi dengan Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Keehatan, Donald Pardede:

Bagaimana pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional (JKN) sejak BPJS Kesehatan beroperasi 1 Januari 2014?

Kalau melihat berjalannya program, harus melihat empat stakeholders langsung yaitu peserta, pemberi layanan, BPJS Kesehatan, dan regulator. Dilihat dari peserta, peningkatannya luar biasa. Tahun pertama ditargetkan 121,6 juta orang, target itu terlampaui pada April 2014 dan akhir tahun 2014 mencapai 133 juta peserta.

Pertumbuhan angka peserta yang di luar target, apakah perangkat dan fasilitas kesehatan sudah siap?

Peserta tumbuh begitu cepat padahal negara ini bukan sebuah negara yang sudah siap semua. Tujuan program JKN memang tercapai karena bukan hanya yang punya uang yang bisa berobat. Tapi ada dampak terhadap biaya. Fasilitas yang semestinya untuk 121,6 juta peserta malah menjadi 133 juta orang. Fasilitas kita kedodoran mengejar.

Terkait fasilitas yang minim, situasi itu sampai menyebabkan rumah sakit menolak pasien?

Ketika target 121,6 juta peserta dan menjadi 133 juta peserta, pelayanan pasti kelabakan, terutama yang intensive care. Maka kami juga mengupayakan agar ada 168 RS regional untuk pemerataan kompetensi, supaya NICU dan ICU cukup. Kami juga mendorong agar bisa bekerja sama dengan 600 RS swasta yang punya kapasitas.

Belum semua rumah sakit swasta bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk melayani pasien. BPJS Kesehatan masih menjajagi kemungkinan itu. (Fotografer: CNN Indonesia/Laudy Gracivia)
Kendala yang dihadapi dalam mengajak 600 RS swasta bergabung di JKN?

Salah satunya tarif. Kami garansi tarif akan ada revisi. Kami sudah pernah melakukan revisi satu kali, tetapi kami sekarang butuh data tarif yang susah dikasih oleh RS swasta.

Seberapa besar dampak pertumbuhan peserta terhadap biaya?

Rasio klaim 103 persen sampai akhir tahun 2014.

Untuk target 121,6 juta peserta, berapa anggaran yang disiapkan?

Peserta BPJS Kesehatan terbagi menjadi dua yaitu yang membayar sendiri sebagai peserta mandiri atau PBPU dan yang dibiayai pemerintah sebagai penerima bantuan iuran (PBI). Jumlah PBI 86,4 juta orang dengan premi Rp 19.225 setiap bulan sehingga total Rp 19,93 triliun. BPJS Kesehatan juga mengoleksi dana dari pegawai negeri, ditambah dengan peserta mandiri sebesar Rp 19 triliun.

Berapa perkiraan peserta BPJS Kesehatan pada akhir tahun 2015?

Target peserta 168 juta sampai akhir tahun ini.

Berapa puskesmas yang sudah mampu mengobati 155 penyakit dari seluruh puskesmas di Indonesia?

Saya perlu luruskan bahwa kompetensi 155 diagnosa itu sebetulnya adalah kompetensi dokter paska pendidikan kedokteran dengan kurikulum kedokteran saat ini. Seringkali kompetensi ini belum optimal dapat dilaksanakan karena berbagai hal antara lain ketersediaan fasilitas penunjang dan memerlukan pelatihan kembali untuk peningkatan skill.

Eksekusi program JKN oleh BPJS Kesehatan dianggap terlalu terburu-buru karena ada beberapa peraturan yang baru disahkan 27 Desember 2013, atau hanya empat hari sebelum BPJS Kesehatan resmi beroprasi. Kenapa bisa begitu?

Pelaksanaan JKN per 1 Januari 2014 itu bukan keterburu2an oleh BPJS selaku pelaksana tetapi memang kehendak konstitusi. Untuk implementasi tersebut diperlukan banyak regulasi dan proses regulasi itu berjalan panjang dan beberapa diantaranya memang terselesaikan menjelang implementasi JKN yakni pada akhir tahun 2013.

Terlepas dari kekurangannya, regulasi tersebut nyatanya cukup sebagai peraturan pelaksanaan untuk implementasi JKN.

Ada informasi bahwa RS memberlakukan kuota maksimal 20 persen dari seluruh kamar yang tersedia untuk peserta BPJS Kesehatan. Apakah Anda juga tahu informasi itu?

Tidak ada regulasi yang mengatur pembatasan kuota peserta JKN dan itu tidak sesuai dengan ketentuan. Apabila ada informasi yang jelas disertai faktanya, tentu dapat dilakukan penindakan terhadap praktik yang tidak benar tersebut, mulai dari sanksi teguran sampai dengan pemutusan perjanjian kerja sama.

Benar anggaran BPJS Kesehatan defisit?

Kalau dibilang defisit sih ini belanjanya lebih besar, sehingga harus ditambal dengan dana-dana lain. Apakah ini defisit atau enggak, saya enggak berani ngomong.

KPK menyoroti peraturan yang menyebutkan ‘sekurang-kurangnya 60 persen’ dari dana kapitasi untuk jasa pelayanan. Aturan itu dinilai menimbulkan ketidakwajaran dan moral hazard, pendapat Anda?

Di daerah ada yang 60 persen atau 70 persen, bergantung kekuatan puskesmas. Untuk di daerah dengan pendapatan besar, biaya operasional puskesmas sudah ditanggung oleh kas daerah sehingga ada yang dana kapitasinya untuk pemberi layanan sampai 80 persen. Kalau mau ada yang 100 persen juga boleh, regulasi enggak bilang enggak boleh.

Bagaimana pemerintah daerah dan puskesmas menyikapi distribusi dana kapitasi tersebut?

Pemerintah daerah banyak komplain juga dan masih berharap pada pendapatan dari dana kapitasi untuk kas daerah. Maka itu agak lambat realisasinya.

Peraturan sudah memerintahkan dana kapitasi dikelola langsung oleh puskesmas, tetapi masih perlu rekomendasi Dinas Kesehatan untuk pencairan?

Memang ada beberapa regulasi yang harus dibuat di antaranya daerah harus menetapkan bendahara penerima dana kapitasi. Dibuat oleh kepala daerah setempat. Kalau sampai sekarang belum dibuat, BPJS Kesehatan enggak punya dasar untuk memberikan langsung dana kapitasi ke puskesmas. Tetapi tidak semua daerah langsung setuju.

Pencairannya perlu kerja sama dengan Dinkes karena kalau puskesmas mau membelanjakan dana kapitasi untuk dukungan biaya operasional, harus disinkronkan dengan Dinkes. Karena untuk biaya operasional murni puskesmas, anggarannya tetap harus dari dinas. Misal obat sudah dipenuhi dinas, puskesmas enggak boleh lagi membeli obat dengan dana kapitasi.

Bagaimana dengan tindakan puskesmas yang hanya merujuk pasien ke klinik swasta atau ke RS tanpa melakukan tindakan?

Hal itu membuat anggaran yang harus ditanggung JKN menjadi lebih besar. JKN ke depan tidak akan baik kalau tidak diikuti pelayanan primer. Maka kami meningkatkan kompetensi dan kapasitas dokter primer. Karena ada sejumlah alasan pasien dirujuk.

Pertama, kompetensi tingkat primer yaitu puskesmas enggak memadai. Kedua, pasien kadang maunya ditangani dokter spesialis karena enggak percaya sama layanan primer. Jadi harus diperkuat supaya pasien percaya. Dokter primer seharusnya bisa menguasai 155 penyakit tanpa merujuk ke RS.

Apa catatan dari Kemkes terkait potensi fraud dan penyelewengan dana kapitasi?

Kalau ada penyelewengan bisa saja. Karena dalam asuransi, fraud itu memang dikenal. Upaya-upaya kecurangan dalam rangka menaikan pendapatan bisa dilakukan semua pihak dalam jaminan kesehatan.

Maka itu Kemkes sedang berupaya sungguh-sungguh melakukan pencegahan. KPK juga tertarik dengan isu ini. Kami ingin semua tahu bahwa fraud itu kriminal. Hari-hari ini sudah dilakukan regulasi untuk pencegahan dan pedoman antifraud. Kami panggil RS, puskesmas, dan dinkes.

Yang kami takut, kami tidak cukup memberi sosialisasi dan banyak masalah hukum yang mengakibatkan pelayanan kesehatan terganggu. Kami punya posisi tawar, kami minta beri kami waktu supaya seluruh pihak mengerti. Tiga bulan ini kami akan sosialisasi masif. Tapi bukan berarti kalau besok ada yang aneh-aneh terus enggak boleh ditangkap.

KPK memiliki sejumlah temuan yang dianggap sebagai potensi fraud, sejauh ini apakah kementerian juga punya temuan?

Sama dengan KPK, karena secara teori sama. Memang kalau sinyal-sinyal potensi fraud itu ada. Cuma kami belum berani mengatakan seperti itu karena harus ada investigasi dulu. Karena ini masih ranah pembinaan, kesempatan bagi kami untuk  memperbaiki. (sip/rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER