LIPSUS BPJS KESEHATAN

Sabar Menanti, Syarat Berobat Ala BPJS Kesehatan

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Kamis, 09 Apr 2015 17:00 WIB
Respon positif publik akan keberadaan berobat gratis lewat BPJS Kesehatan belum sempurna lantaran harus rela mengantre lebih lama, menanti penanganan dokter.
Pasien mengantre untuk pemeriksaan di Puskesma Tebet, Jakarta, 11 Maret 2015. Puskesmas Tebet pada April 2015 akan diubah menjadi RSUD tipe D. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sylvana Nababan, seorang warga Tebet, Jakarta Selatan, berusia 59 tahun, sengaja bangun jauh lebih pagi. Setelah mandi, dia lantas buru-buru pergi. Agendanya: sebelum matahari menampakan diri, dia sudah harus berada di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Tebet lebih awal dan berharap mendapat nomor antrean pertama.

"Saya sampai di sini jam 06.00 WIB. Saya pikir sudah cukup pagi, tetapi ternyata petugas sempat mengatakan sudah tidak bisa daftar berobat lagi," kata Sylvana kepada CNN Indonesia saat ditemui di Puskesmas Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Maret lalu.

Namun setelah berdialog dan menunggu, Sylvana mendapat nomor antrean ke-17. Menurut jadwal pada hari itu, dokter umum mulai berpraktik pukul 07.30 WIB. Tetapi nomor antrean sudah mencapai angka 115 ketika jam dinding baru menunjuk angka 07.00 WIB.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Beginilah kalau mau menikmati program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), harus sabar menunggu," kata Sylvana.

Sylvana adalah peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan golongan I Mandiri. Penderita penyempitan urat saraf pinggang ini berpendapat, iuran BPJS Kesehatan sangat murah bila dibanding dengan iuran asuransi swasta.

Pengalaman sebelumnya yang mengharuskan Sylvana keluar banyak uang untuk berobat membuat dia berinisiatif mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan pada pertengahan tahun lalu. Dalam proses penanganan di puskesmas, Sylvana menyebut tak banyak yang harus dia bayar untuk pengobatan penyakitnya.

“Ini paling saya hanya bayar biaya laboratorium," katanya.

Dia juga mengaku percaya dengan diagnosis dokter puskesmas. "Dokternya bagus dan saya juga cocok dengan obatnya. Kalau bisa, saya tidak perlu rumah sakit lagi."

Setelah menunggu berjam-jam, Sylvana akhirnya dipanggil untuk diperiksa dokter pada pukul 11.22 WIB. Dengan segera, dia melangkah masuk ke ruangan dokter.

Berbeda dengan Sylvana, Sahroni (57) sudah terlihat tidak sabar menanti gilirannya diperiksa dokter. Sudah berjam-jam dia menunggu nomor antreannya dipanggil. Hari itu adalah kedua kalinya Sahroni berobat ke Puskesmas Kecamatan Tebet. Pria yang juga peserta BPJS Kesehatan itu mengalami gejala stroke.
 
"Lama banget. Tadi airnya sempat mati, jadi dokternya turun ke bawah untuk buang air. Kami mesti menunggu lebih lama lagi," kata Sahroni mengeluh.

(Baca: Sejumput Potensi Duit Hilang dalam Jaminan Kesehatan)

Dia menyayangkan lama antrean untuk dapat berobat.  Bukan hanya itu, Sahroni juga mengeluh karena tetap harus membayar obat. Roni harus merogoh koceknya sendiri untuk membayar obat seharga Rp 150 ribu. “Mereka beralasan tidak punya obat yang saya butuhkan," kata Roni.

Pendapat berbeda dilontarkan Melly (35) -- bukan nama sebenarnya. Penderita schizophrenia tersebut merasa antrean di puskesmas tidak terlalu banyak. Pasalnya, pasien gangguan jiwa memang jauh lebih sedikit dibanding pasien lain.

"Beda dengan waktu di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Di RS itu, saya mengantre lebih lama," kata Melly kepada CNN Indonesia.

Hanya sekitar satu jam menunggu, Melly sudah dapat berkonsultasi dengan dokter. Pemegang Kartu Jakarta Sehat ini mengaku senang lantaran semua biaya pengobatan gratis, dia tak mengeluarkan uang sepeser pun.

Beban dia pun menjadi ringan karena tidak perlu membayar obat yang harus terus dia konsumsi. "Tapi kartu ini habis masa berlakunya pada 2015, dan saya belum paham bagaimana membuat yang baru," tutur Melly.

Meski antrean membludak, Kepala Pelayanan Puskesmas Kecamatan Tebet Fadhlina menyatakan, puskesmas mampu menangani semua pasien. "Dokter-dokter kami sangat mampu menangani pasien, baik peserta BPJS Kesehatan maupun yang bukan peserta," kata Fadlina kepada CNN Indonesia.

Menurut Fadhlina, Puskesmas Tebet memiliki 18 dokter umum dan empat dokter gigi. Jumlah keseluruhan pasien BPJS Kesehatan dari Penerima Bantuan Iuran (PBI) maupun non-PBI mencapai sekitar 54 ribu orang per Maret 2015. "Dana kapitasinya Rp 6.000 per satu peserta PBI," kata Fadhlina.

Soal pelayanan, dia menegaskan tidak membedakan antara peserta BPJS Kesehatan maupun pasien umum. Perbedaan perlakuan hanya akan terjadi berdasarkan tingkat kegawatan kondisi pasien.

Bila pasien dalam keadaan darurat, maka puskesmas akan mendahulukan pasien tersebut tanpa peduli nomor antrean. Puskesmas Tebet juga mengaku tak pernah mengeluhkan defisit. Pasalnya, ada bantuan dari pemerintah daerah yang dinamakan tunjangan kesejahteraan daerah.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto menyatakan, selama ini dana kapitasi justru berlebih. "Pembiayaan yang disiapkan pemerintah daerah DKI Jakarta untuk JKN sebesar Rp 1,2 triliun. Dari anggaran itu, hanya terserap sekitar 80 persen," kata Koesmedi kepada CNN Indonesia. (rdk/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER