Jakarta, CNN Indonesia -- Chan Kit, pemilik kapal MV Hai Fa, melaporkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ke Bareskrim Polri atas tuduhan pencemaran nama baik. "Bu Susi sebagai Menteri KKP itu sangat menyudutkan kami. Kapal itu legal dan dianggap ilegal," kata Kuasa Hukum Chankid, Made Rahman, Kamis (9/4).
Menurut dia, kliennya merasa pernyataan Susi yang menyebut kapal Hai Fa sebagai kapal ilegal berpengaruh negatif dalam proses pengadilan dan apa yang sudah diputuskan. "Kalau tidak kami laporkan beliau akan melunjak dan memberikan pemberitaan yang miring," ujar Made.
Karena itu, selain menjalani proses di pengadilan, pemilik kapal juga melaporkan pernyataan Susi ke Mabes Polri untuk meluruskan pemberitaan yang selama ini dipublikasikan. (baca Fokus:
Menteri Susi versus Raksasa)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapal MV Hai Fa berbendera Panama ditangkap saat merapat di Pelabuhan Wanam, Merauke pada akhir Desember 2014, karena kedapatan melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia.
Menteri Susi Pudjiastuti mengungkapkan kapal tersebut sudah tiga kali berganti bendera. "Dari sisi administrasi sangat bingung. Tahun 2004 dia (kapal MV Hai Fa) berbendera Tiongkok, tahun 2006 Panama, dan beroperasi sekarang berbendera Indonesia," ungkap Susi pertengahan Maret..
Menurut Susi, modus mengganti bendera pada kapal pengangkut (tremper) ikan adalah cara lama mengelabui petugas keamanan laut. Biasanya di dalam kapal tersebut diperkerjakan beberapa orang Indonesia sebagai formalitas kegiatan operasional kapal.
"Kapal dari luar Indonesia tetapi berbendera Indonesia. Biasanya di dalam ada satu orang bangsa Indonesia yang bisa bicara bahasa Indonesia. Mereka dipakai sebagai tukang cuci piring, kapten dan radioman yang selalu standby," kata Susi.
MV Hai Fa adalah kapal tangkapan terbesar dengan barang bukti paling jumbo dalam sejarah penindakan KKP. PT Antartica Segara Lines (ASL), sang pemilik kapal, tercatat di KKP sebagai perusahaan kapal pengangkut atau pengumpul ikan yang selalu berlabuh di Pelabuhan Wanam, Merauke, Papua.
Walau demikian, Pengadilan Perikanan Negeri Ambon hanya menjatuhkan sanksi hukuman denda Rp 200 juta untuk kapal maling ikan raksasa itu. Sang Nahkoda, Zhu Nian Lee, diduga melanggar tindak pidana pasal 100, Undang-Undang No. 31/2004 tentang perikanan.
Hal itu terjadi, karena ditemukan jenis ikan hiu martil yang dilarang diekspor. Penjatuhan tuntutan kepada Zhu juga jauh lebih ringan dari tuntutan awal, yaitu denda maksimal Rp 250 juta.
(sip)