Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupi memvonis terdakwa kasus korupsi simulator Surat Izin Mengemudi Brigjen Didik Purnomo lima tahun penjara. Hakim menilai Didik terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek senilai Rp 200 miliar tersebut.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Didik Purnomo dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan," ujar Hakim Ketua Ibnu Basuki Widodo saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (22/4).
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 7 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Didik diminta membayar uang pengganti Rp 50 juta. "Kalau tidak membayar setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita. Kalau tidak cukup, diganti pidana kurungan enam bulan," kata Ibnu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidang, saksi yang menguatkan tudingan Didik mengetahui korupsi adalah pihak rekanan, yakni Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Bambang yang menyebut Didik menerima duit Rp 50 juta, satu kotak Brownies Amanda, dan
cheese roll cake pada 25 Maret 2011.
Selain itu, Ketua Panitia AKBP Teddy Rusmawan mengatakan Didik seharusnya tahu pengadaan simulator SIM akan dikerjakan Budi Santoso selaku Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi sesuai arahan Djoko Susilo.
Hal yang memberatkan dalam vonis Didik yakni dia dianggap tak mendukung upaya negara memberantas korupsi. Sementara hal yang meringankan adalah Didik dinilai telah menorehkan sejumlah prestasi ketika mengabdi di Korps Bhayangkara.
Menanggapi putusan, Didik tak banyak bicara. "Kami dan terdakwa sepakat untuk pikir-pikir," ujar kuasa hukumnya, Hary Ponto, di pengujung sidang. Ia menyesalkan hakim menghukum kliennya.
Padahal, klaim Hary, Didik tak tahu-menahu ihwal pembuatan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang menyebabkan penggelembungan anggaran. "Tidak ikut rapat persiapan. HPS sudah disiapkan dan tampaknya sudah dikerjakan oleh tim. Dia hanya menandatangani," kata Harry.
Didik juga disebut Harry tak mengikuti seluruh proses yang didalangi oleh bosnya, Irjen Djoko Susilo yang telah lebih dulu divonis.
Kuasa hukum Didik lainnya, Joelbaner Toendang, juga menampik tudingan pengarahan pemenang lelang oleh kliennya. "Dia korban dari sistem. Dia menangani 16 proyek tapi tidak ada tunjangan tambahan sebagai PPK. Apakah hukuman pantas diterima?" katanya usai sidang.
Penggelembungan anggaran menyebabkan negara merugi Rp 121,83 miliar. Didik didakwa menikmati duit panas senilai Rp 50 juta dan memperkaya orang lain yakni Djoko Susilo sebesar Rp 32 miliar dan Budi Santoso sebesar Rp 93,381 miliar.
Selain itu, pihak lain yang diindikasikan menerima duit panas yaitu Sukotjo Bambang sebesar Rp 3,9 miliar, dan Bagian Keuangan Mabes Polri Darsian senilai Rp 50 juta.
Atas tindak pidana tersebut, Didik dijerat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
(agk)