Jakarta, CNN Indonesia -- Temuan peredaran penjualan ilegal ratusan obat parkinson di sebuah apotek di Bekasi menerbitkan kekhawatiran. Obat penenang, kini diduga sudah banyak dikonsumsi dan disalahgunakan oleh berbagai kalangan bahkan telah menjadi gaya hidup.
Permasalahan ini dikemukakan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional DKI Jakarta Sapari Partodiharjo, saat dihubungi CNN Indonesia, Sabtu malam. Menurut Sapari, obat yang ia temukan dijual bebas itu sebenarnya adalah obat keras yang penggunaannya harusnya berdasar pada anjuran dokter.
Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta menyita sedikitnya 610 butir pil obat bagi penyakit parkinson yang hendak disalahgunakan dan diperjualbelikan bebas dari sebuah Apotek di Bekasi, Jawa Barat. Pil Kuning merupakan sebutan bagi mereka para pengunanya. (Baca juga:
Ratusan Butir Obat Parkinson Dijual Ilegal di Bekasi)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan pengakuan apoteker yang sempat menjalani pemeriksaan oleh Bada Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta, kata Sapari, pil tersebut mengandung Trihexyphenidyl atau Trihex atau yang lebih dikenal dengan nama Hexymer. Obat ini tergolong sebagai salah satu jenis obat penenang keras yang biasa digunakan untuk mengobati penyakit parkinson.
Dalam pemeriksaan, kata Sapari, sang apoteker mengaku bersalah telah menjual bebas obat keras itu. Kepada BNN Provinsi DKI Jakarta ia mengaku sudah setahun menjual bebas obat parkinsion itu kepada khalayak dari berbagai kalangan.
(Baca juga: Apotek Penjaja Psikotropika di Depok Digrebek Aparat)
“Ia menyesal, namun mengagetkan juga ketika disebutkan telah setahun lebih berjualan bebas tanpa resep,” katanya. Soal sebarannya, BNN belum bisa menerka, namun mereka berencana mendalami temuan penjualan ilegal ini lebih lanjut.
Hasil pemeriksaan sementara menyatakan, pil kuning dikonsumsi sebagai obat tidur dan penghilang stres bagi para anak muda di sekitar Apotek. Satu bungkus pil itu berisi 10 butir dan dijual seharga Rp 20 ribu per bungkus. "Kami akan dalami temuan ini, sebab konsumsinya cukuo mengkhawatirkan, selain pelajar kalangan muda saya duga sudah terlibat mengkonsumsinya,” kata Sapari.
(sip)