Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Perguruan Tinggi Vokasi se-Indonesia menyampaikan deklarasi tentang pentingnya sertifikasi untuk tenaga kerja Indonesia. Deklarasi ini disampaikan untuk menguatkan komitmen Vokasi (pendidikan tinggi yang ditujukan untuk kepentingan praktis) dalam mendukung sertifikasi tenaga kerja guna menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean pada akhir 2015 nanti.
Dari sekitar 50 anggota forum, beberapa di antaranya hadir untuk mewakili deklarasi. Mereka adalah perwakilan dari Universitas Brawijaya, Universitas Gajah Mada, Institut Pertanian Bogor, STTNAS Yogya, UPN Jakarta dan Universitas Negeri Yogya.
Forum Vokasi menilai, saat ini tenaga kerja Indonesia perlu diselamatkan agar tak tergilas arus MEA. Direktur Sekolah Vokasi UGM, Hotma Prawoto, mengatakan semestinya banyaknya jumlah penduduk Indonesia bisa menjadi salah satu kekuatan dalam menghadapi MEA. Itupun jika tenaga kerjanya memiliki kompetensi yang baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berkah demografi jangan jadi bencana demografi. Maka dari itu pendidikan vokasi paling strategis adalah dengan menelurkan tenaga kerja yang bersertifikat terlindungi hak-haknya," kata Hotma, saat ditemui usai acara deklarasi di Universitas Indonesia, kemarin, Selasa (19/5).
Bukti nyata dari deklarasi yang dilakukan Forum Vokasi ini selanjutnya adalah dengan membangun Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di masing-masing perguruan tinggi beserta Tempat Uji Kompetensi (TUK). "Kami akan membentuk Tempat Uji Kompetensi, kemudian membentuk LSP. Kita bangun di situ," ujar Hotma.
"Ini adalah langkah awal, langkah politis karena kita juga akan menghadapi langkah politik orang asing yang menghadapi indonesia seenaknya," kata Hotma.
Saat ini Forum Vokasi sudah melakukan aksi nyatanya. Mereka telah membuat TUK di masing-masing perguruan tinggi. Penggunaan TUK nantinya juga tak terbatas untuk universitas terkat melainkan bebas digunakan siapa saja.
"Kami sudah mulai. Di UGM, setiap tahun dibangun dua dan bisa dipakai perguruan tinggi lain. Papua misalnya, kasihan enggak ada tempat Tempat Uji Kompetensi, jadinya dibawa ke Jakarta," ujar Hotma.
Untuk LSP, akan ada beragam LSP dari berbagai sektor yang tentunya disesuaikan dengan program studi yang ada di tiap universitas. "LSP-nya beragam, misalnya ekonomi, teknik, tergantung menyelenggafakan pendidikan apa," katanya.
Dengan adanya aksi nyata dari Forum Vokasi ini, Hotma pun berharap agar pemerintah mau mendikung aksi mereka dan berpartisipasi dalam membentuk sumber daya manusia yang dapat bersaing.
"Seharusnya pemerintah membantu pendidikan vokasi untuk mendukung pendanaan untuk sertifikasi sehingga menjadi sebuah keharusan untuk institusi pendidikan mengadakan sertifikasi. Sehingga yaang dilahirkan adalah tenaga kerja yang bisa bersaing di mana pun," tegas Hotma.
Tak dipungkiri, dalam menghadapi MEA nanti memang lebih dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kompetensi yang lebih tinggi. Hal itu, menurut Hotma, dikarenakan persaingan tenaga kerja yang sangat ketat.
Dia menegaskan, tenaga kerja Indonesia tentunya harus siap dengan kompetensi itu karena diperkirakan pekerja yang akan datang ke I
ndonesia pastinya memiliki kualifikasi yang sesuai dengan yang dicari industri.
Maka, tak heran jika nantinya kesempatan kerja akan lebih banyak diisi pekerja asing karena lebih baik jika dinilai dari segi profesionalitas dan kompetensi. Itulah sebabnya sertifikasi dinilai perlu.
Pentingnya kompetensi ini juga disadari betul oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigasi. Dirjen Pembinaan dan Pelatihan Produktivitas Kemenakertrans, Khairul Anwar, dalam sambutannya mengatakan saat ini standar kompetensi yang dimiliki tenaga kerja Indonesia masing sangat minim.
"Kita masih sangat kekurangan dan sangat minim. Hanya sektor pariwisata dan pekerjaan umum yang lebih siap dibandingkan dengan sektor lain," ujar Khairul.
Karenanya, Kemenakertrans mengimbau para pihak terkait agar bersinergi dalam mengatasi masalah ini. Sehingga, menurut Khairul, tenaga kerja Indonesia tidak tergilas begitu saja pada saat MEA datang.
"Kami meminta kementerian teknis mendorong asosiasi profesi untuk menyelesaikan PR ini. Kami juga ingin bersinergi bagaimana balai pelatihan yang ada, baik di kementerian teknis atau swasta bisa bersinergi dalam rangka mendorong percepatan kompetensi," kata Khairul.
Lebih lanjut Khairul mengungkapkan, saat ini pemerintah memiliki target pelatihan kompetensi untuk 2 juta orang. Sementara Indonesia hanya memiliki 276 Balai Latihan Kerja yang terdapat di setiap provinsi yang kapasitasnya hanya mampu melatih 300-400 ribu orang per tahun. "Kalau tidak memberdayakan swasta, tidak akan mampu menyelesaikan tugas ini," ujarnya.
(meg)