Tapol Papua Hanya Perlu 'Teriak' Grasi kepada Jokowi

Resty Armenia | CNN Indonesia
Kamis, 28 Mei 2015 09:22 WIB
Presiden Jokowi melalui Menkumham ingin seluruh tahanan politik Papua yang tersisa mengajukan grasi, untuk melepas stigma konflik di Papua.
Presiden Jokowi berpidato setelah memberikan grasi kepada lima tahanan politik di Lapas Abepura, Jayapura, Papua, Sabtu (9/5). (ANTARA/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menilai permintaan Presiden Joko Widodo agar seluruh tahanan politik Papua yang tersisa mengajukan grasi sangat tepat. Menurut dia, pemberian grasi lebih cepat daripada amnesti.

"Kan kalau dibuat amnesti harus melalui proses politik. Persoalannya di situ. Kalau mau lebih sederhana ya grasi. Kan itu persoalannya. Tapi kan pemerintah tidak memaksa," ujar Laoly kepada CNN Indonesia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (27/5) sore.

Laoly pun mempertanyakan mengapa ada pihak yang mengecam permintaan Jokowi itu. "Kenapa dikecam? kan tujuannya baik?" Kata dia. (Baca juga: Menhan akan Temui Pemimpin Organisasi Papua Merdeka)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski demikian, politisi PDIP ini menilai kecaman yang dilayangkan oleh sebagian masyarakat itu sebenarnya adalah dilema, karena ia sadar bahwa jika seseorang mengajukan grasi, maka artinya orang itu telah mengakui dirinya berbuat tindak pidana yang disangkakan pemerintah.

"Ya itu kan dilemanya persoalannya di situ, ya kan grasinya, seperti yang lain-lain itu hanya mengajukan grasi dengan hanya mengatakan, 'kami mengajukan grasi,'" ujar dia.

Dengan mengajukan seperti itu, maka secara implisit mereka meminta grasi tanpa mengakui kesalahannya. "Memang implisit begitu kan. Tapi sudahlah, tinggalkan masalah-masalah yang lalu. Mari kita memulai lembaran baru, Presiden kan sinyalnya begitu, karena kalau kita melakukan itu dengan amnesti, itu kan proses politiknya panjang, melibatkan institusi lainnya. Yang ada di tangan Presiden kan hanya grasi," kata dia. (Baca juga: Menko Tedjo: Jokowi akan Bebaskan Semua Tahanan Politik Papua)

Laoly menyebutkan, pembebasan tapol Papua yang diikuti dengan permintaan Jokowi kepada tapol lainnya ini merupakan sebuah bentuk goodwill gesture. Ia menuturkan, pemerintah sekarang sudah membuat suatu paradigma baru tentang Papua dengan membuka pulau itu kepada wartawan asing dan merangkul segenap elemen untuk ikut membangun.

"Pendekatan kepada Papua adalah pendekatan kesejahteraan rakyat. Itu paradigma barunya sekarang. Oleh karenanya, tinggalkan pertikaian, mari kita memulai lembaran baru dengan pemerintahan baru ini. Itu pendekatan kami," ujar dia.

Laoly memastikan bahwa Presiden akan langsung merehabilitasi nama baik para tahanan politik jika mereka bersedia mengajukan grasi. "Ya itu kan langkah selanjutnya. Sudah pasti (merehabilitasi nama mereka) lah, yang namanya pengampunan. Pasti itu," ujar dia. (Lihat Fokus: Menerka Solusi Jokowi untuk Papua)

Sebelumnya, Natalius Pigai, aktivis dan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia asal Paniai, Papua, mengecam permintaan Presiden Jokowi agar seluruh tahanan politik Papua yang tersisa mengajukan grasi agar dapat secepatnya dibebaskan.

Jokowi dalam kunjungannya ke Papua awal Mei, memberikan grasi kepada lima tahanan politik Organisasi Papua Merdeka yang ditahan di Penjara Abepura, Jayapura. Mereka adalah Linus Hiluka, Numbungga, Apotnagolik, Kimanus Wenda, dan Yaprai Murib.

Pemerintah Jokowi menyatakan grasi diberikan untuk menghentikan stigma konflik yang melekat pada Papua. (pit)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER