Jakarta, CNN Indonesia -- Juru bicara Ahmadiyah Yendra Budiana mengatakan pihaknya mendesak walikota Jakarta Selatan untuk menuntaskan permintaan mediasi yang diajukan kelompok Ahmadiyah menyusul adanya bentrok antara ormas Front Pembela Islam (FPI) dengan jemaatnya pada pertengahan Juni ini.
"Kami sudah mengirim surat kepada Walikota untuk mediasi beribadah. Selama ini, kami tak pernah mendapatkan protes dari warga. Kenapa baru kali ini?" kata Yendra saat dihubungi CNNIndonesia, Selasa (16/6).
Pada Jumat (12/6) pekan lalu bentrokan nyaris terjadi antara FPI dengan pengikut Ahmadiyah di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Belasan pengikut Ahmadiyah melakukan salat jumat di jalan raya setelah rumah mereka ditutup untuk umum oleh kelompok tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yendra mengatakan jemaat memutuskan untuk salat di jalan raya setelah rumah mereka dipasang spanduk dengan isi penolakan atas aktivitas Ahmadiyah di Bukit Duri. Padahal, menurut keterangannya, rumah yang dijadikan sebagai masjid tersebut sudah ada sejak 1980an.
"Hingga 2008, kami bisa beraktivitas normal," ujarnya.
(Lihat Juga: FPI Minta Ahmadiyah Tak Provokasi Umat Jelang Ramadan)
Sementara itu, sejak 2008, setelah terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, penggunaan rumah sebagai masjid dibatasi dan hanya ditujukan untuk aktivitas salat rutin dan salat Jumat. Namun, pada Jumat lalu, rumah tersebut dilarang untuk dioperasikan oleh kelompok Ahmadiyah.
Wakil Sekretaris Jenderal FPI Awit Maschuri mengatakan pemasangan spanduk itu didasarkan adanya penolakan atas aktivitas ibadah kelompok Ahmadiyah ini. Meski hanya berjumlah 11 orang, mereka memaksa menggelar Salat Jumat.
(Baca Juga: Ombudsman: Jokowi Mesti Contoh Gus Dur Tangani Ahmadiyah)"Masyarakat setempat menawarkan untuk bergabung di masjid yang ada," kata Awit kepada CNN Indonesia. Namun mereka menolak dan tetap menyelenggarakan Salat Jumat di jalan.
Karena permintaan ini tak digubris, warga kemudian menghubungi FPI karena merasa tak bisa membujuk anggota Ahmadiyah ini.
"Ketika kami datang ke lokasi, kami membantu memisahkan dan memediasi untuk selanjutnya dibawa ke Kecamatan," kata Awit.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian mengatakan, polisi tidak mentolerir adanya kekerasan yang mengatasnamakan agama. Oleh karena itu upaya mediasi dikedepankan dalam menyelesaikan insiden di Tebet tersebut.
(Lihat Juga: FPI Kepung Markas Ahmadiyah, Kepolisian Gelar Mediasi)Proses mediasi dianggap penting mengingat Indonesia memegang prinsip toleransi antarumat beragama dan pemeluk kepercayaan. Tiap orang berhak untuk beribadah sesuai keyakinan masing-masing.
"Kalau ada pelanggaran hukum, hukuman ada, aturan ada, kami akan melakukan proses penegakan hukum," kata Tito.
(utd)