Ketua KPK: Dana Aspirasi Rp 11 Triliun Jadi Alat Politik DPR

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Rabu, 24 Jun 2015 13:05 WIB
"Kalau sudah jadi keputusan politik mau diapakan?" kata Ruki. Ia mengingatkan, birokrasi di negeri ini masih banyak bolong. Dana aspirasi rawan diselewengkan.
Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki menyatakan dana aspirasi Rp 11,2 triliun telah menjadi alat politik anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.

Meski tak punya wewenang soal dana aspirasi, Ruki mengemukakan ketidaksetujuannya. “Kalau sudah jadi keputusan politik mau diapakan? Tapi secara pribadi, saya tidak setuju. Di negara demokrasi ini, pendapat orang per orang tidak bisa jadi pegangan,” kata Ruki di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (24/6).

Selasa kemarin (23/6), rapat paripurna DPR menyetujui aturan Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) –yang lebih dikenal dengan sebutan dana aspirasi– meski diwarnai penolakan tiga fraksi, yakni PDIP, NasDem, dan Hanura.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk merealisasikan dana aspirasi tersebut, Rp 20 miliar rencananya akan dijadikan ‘jatah’ bagi setiap anggota DPR tiap tahunnya. Maka dengan total anggota DPR berjumlah 560 orang, dana sebesar Rp 11,2 triliun tengah diperjuangkan untuk masuk ke dalam APBN 2016 sebagai ‘bekal’ bagi anggota DPR dalam membangun daerah pemilihan mereka masing-masing.

Ruki mengingatkan, apabila akhirnya dana aspirasi tersebut masuk dalam APBN 2016, harus ada pengawalan ketat terhadap proses pencairan maupun penggunaannya. Padahal, menurut Ruki, sistem birokrasi di negeri ini masih banyak yang menjebak. (Baca juga Restu Jokowi: Penentu Lolos Tidaknya Dana Aspirasi Rp 11,2 Triliun)

"Karena ini sudah menjadi keputusan politik, saya hanya bisa mengatakan sistemnya harus ditata dengan baik. Saya minta ke Kemenkeu dan Kemendagri untuk ada perbaikan sistem supaya tidak terjadi inefisiensi dan perbuatan melawan hukum, sebab apabila terjadi penyimpangan maka harus berhadapan dengan hukum," kata Ruki.

Secara terpisah, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono meminta pemerintah dan DPR untuk menjelaskan lima hal penting sebelum menyetujui pencairan dana aspirasi. (Baca SBY: Dulu sebagai Presiden, Saya Tolak Jatah Anggaran untuk DPR)

Pertama, harus jelas bagaimana meletakkan dana aspirasi dalam sistem APBD dan APBD agar klop dan tidak bertentangan dengan rencana pemerintah daerah setempat.

Kedua, mesti ada jaminan agar penggunaan dana aspirasi tidak tumpang tindih dengan anggaran daerah yang diinginkan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Ketiga, jelaskan jika dana aspirasi hanya menjadi hal anggota DPR, bagaimana dengan anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang mestinya lebih tahu konstituen di daerahnya dan lebih dekat ke daerah pemilihan?

Keempat, jelaskan bila anggota DPR punya jatah dan kewenangan untuk menentukan sendiri proyek dan anggarannya, lantas apa bedanya eksekutif dan legislatif?

Kelima, harus ada akutabilitas dan pengawasan atas dana aspirasi sekalipun dana tersebut tidak ‘dipegang’ sendiri oleh anggota DPR. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER