Jakarta, CNN Indonesia -- Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut kembali menangkap sebuah kapal penangkap ikan asal Malaysia. Kapal yang memiliki nama TW. 3550/6/F itu ditangkap saat berlayar di kawasan perairan Ambalat pada Selasa (7/7) dini hari tadi.
Menurut keterangan yang diberikan Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal) Laksamana Madya Zainudin, terdapat lima anak buah kapal asal Indonesia yang turut diamankan oleh prajurit TNI AL saat menangkap kapal asal Malaysia itu. Selain itu, TNI AL juga menemukan muatan 10 ton ikan yang ada dalam kapal tersebut.
"Mereka bertolak dari Malaysia dan koordinatnya itu perairan Ambalat, sisi Laut Sulawesi dengan membawa 10 ton ikan. Kapal Republik Indonesia (KRI) KDA-364 pun mendekati kontak tersebut sampai jarak 1500 yards sebelum mereka melapor kalau kapal tersebut jenis kapal penangkap ikan," ujar Zainudin di Mabes TNI. (Naca juga:
FAO: 'Kapal Neraka' Digerakkan Perusahaan Pencuri Ikan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ditangkap oleh TNI AL, kapal asal Malaysia itu juga diketahui tidak dilengkapi dengan dokumen resmi yang diberikan Pemerintah Indonesia. Kapal ilegal itu pun akhirnya dibawa ke Markas Komando Pangkalan AL Nunukan, Kalimantan Utara.
"Kapal itu melanggar Pasal 27 ayat 2 dan pasal 93 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Sampai saat ini masih kani proses mereka," ujar Zainudin.
Tindakan yang dilakukan oleh kapal ikan asal Malaysia tersebut semakin menambah panjang daftar pelanggaran yang dilakukan kapal maupun pesawat udara milik negara jiran di kawasan Indonesia. (Baca juga:
Negara Tetangga Digandeng Bikin Hotline Berantas Pencuri Ikan)
Soal kerugian negara akibat pencurian ikan ini, Sri Mulyani Indrawati, mantan Menteri Keuangan yang kini menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia memberikan perhitungan yang mencengangkan.
Dia menyanjung potensi ekonomi Indonesia yang besar serta kekayaan sumber daya maritim yang melimpah. Namun, dia menyayangkan kerusakaan terumbu karang dan ekosistem laut akibat akibat penangkapan ikan ilegal dan membabi-buta.
“Dampaknya terhadap warga sangat tinggi. Rata-rata kemiskinan di wilayah pesisir merupakan yang tertinggi di Indonesia,” ujarnya di acara Indonesia Green Infrastructure Summit di Hotel Fairmont. (Baca juga:
Menteri Susi Salahkan Pihak-Pihak Ini Terkait Illegal Fishing)
Menurutnya, sekitar 140 juta penduduk Indonesia selama ini menggantungkan hidupnya pada ekosistem laut dan wilayah pesisir. Dengan jumlah nelayan lebih dari 2,6 juta orang, Indonesia saat ini tercatat sebagai penghasil produksi ikan terbesar kedua di dunia.
Sayangnya, lanjut Sri Mulyani, hampir 65 persen terumbu karang di Indonesia terancam rusak karena penangkapan ikan secara membabi-buta. Penangkapan ikan secara liar dan ilegal diperkirakan telah merugikan negara hingga US$ 20 miliar.
Kerusakan yang terjadi akibat penangkapan ikan secara berlebihan dan pembuangan limbah telah memperburuk kemiskinan dan mengurangi ketahanan pangan secara global.
“Pengelolaan sumber daya ikan yang tidak efektif dan penangkapan ikan ilegal telah menyebabkan kerugian sebesar US$ 75 - US$ 125 miliar dari penghasilan global setiap tahunnya,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, pelanggaran batas wilayah yang dilakukan Malaysia juga sudah berulang kali. Sebelumnya, pada Juni lalu hubungan Indonesia dan Malaysia sempat kembali memanas karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pesawat asal Malaysia di wilayah udara Indonesia. Atas pelanggaran Malaysia tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla pun menyatakan jika Pemerintah Repubik Indonesia selama ini belum menindak tegas Malaysia yang berulang kali menerobos wilayah RI.
“Malaysia tidak boleh masuk perairan Indonesia sampai yang 12 mil itu,” kata JK.
(hel)