Jakarta, CNN Indonesia -- Hingga saat ini hiu masih dianggap sebagai sajian eksotis yang tak disajikan di sembarang rumah makan. Padahal jumlah hiu di muka bumi makin hari semakin berkurang akibat perburuan demi kenikmatan dalam bisnis kuliner ini.
Karenanya actives Saveshark Indonesia dan Greenpeace Indonesia merasa perlu menyampaikan dukungan kepada dua rumah makan, The Grand Ducking serta Duck King Group yang tidak menyediakan sajian sup sirip hiu dalam sajian kuliner mereka.
Dukungan tersebut ditunjukan melalui aksi kampanye hiu di The Grand Ducking Mall, Grand Indonesia Jakarta.
Direktur Kampanye Savesharks Indonesia Riyanni Djangkaru mengungkapkan dukungan pelaku usaha kuliner terhadap perlindungan hiu dengan cara tidak menyajikan menu makanan yang berbahan dasar hiu memiliki peran penting untuk menyelamatkan hiu dari kepunahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan menghentikan penawaran, pengusaha kuliner telah menghentikan salah satu mata rantai penyebab kepunahan hiu.
“Kepunahan hiu salah satunya terkait hukum ekonomi penawaran dan permintaan, dalam hal ini konsumen adalah mata rantai penting, dengan tidak adanya permintaan dari konsumen, maka pemicu untuk menangkap hiu juga menghilang,” kata Riyanni.
Menurutnya pula selain permintaan, tentu penawaran juga menjadi faktor penting. “Kami sudah banyak berkampanye kepada konsumen untuk menghentikan permintaan, kini adalah saatnya bagi pengusaha kuliner untuk bergabung menghentikan penawaran produk kuliner hiu seperti sup sirip hiu,” katanya menegaskan saat aksi kampanye penyelamatan hiu, di Jakarta.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting menjelaskan hiu memiliki peran kunci menjaga kesehatan laut karena sebagai predator utama, hiu memakan ikan-ikan yang sakit, sekaligus juga menjaga keseimbangan rantai makanan di lautan.
“Jika populasi hiu menurun drastis lantaran perburuan dan penangkapan berlebih untuk memenuhi permintaan menu sirip dan daging hiu, pada akhirnya kepunahan hiu juga akan mengganggu keseimbangan ekosistem,” kata Longgena.
Dia juga menambahkan ketegasan pemerintah diperlukan guna memastikan penghentian perdagangan berbagai jenis hiu yang terancam punah. Juga memastikan pola penangkapan ikan yang berkelanjutan sehingga hiu tidak lagi terjaring sebagai tangkapan sampingan.
Adanya desakan masyarakat agar hidangan hiu tidak lagi disajikan menjadi pertanda tingginya kesadaran dan kepedulian terhadap perikanan yang berkelanjutan.
Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan menurut Longgena harus bekerja sama memperkuat kebijakan perlindungan hiu dan penghentian perdagangan hiu.
Apalagi kebijakan yang ada saat ini belum fokus pada perlindungan habitat penting bagi hiu, misalnya saja di Indonesia baru Raja Ampat dan Manggarai Barat yang memiliki peraturan tentang larangan penangkapan ikan hiu, pari manta, dan jenis-jenis ikan tertentu.
“Jangan sampai hiu tidak lagi bisa ditemukan di lautan karena berakhir di meja makan,” kata Longgena dalam siaran pers yang diterima CNN Indonesia.
Indonesia adalah pusat penting keanekaragaman hayati hiu dan pari dunia. Data the International Union for Conservation of Nature (IUCN) menunjukan 136 jenis atau sekitar 13 persen dari keragaman jenis kelompok ikan bertulang rawan tersebut dapat dijumpai di Indonesia.
Ironinya lebih dari 66 persen jenis hiu dan pari yang dijumpai di Indonesia saat ini sedang menghadapi ancaman kepunahan.
(utw/utw)