Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Aceh Husaini Syamaun mengatakan telah menggunakan anggaran sebesar Rp 45 miliar untuk melakukan upaya penjagaan hutan di wilayahnya. Dana puluhan miliar tersebut digunakan untuk menggaji orang-orang yang menjaga hutan.
"Pemerintah Provinsi Aceh merekrut sekitar 1.800 tenaga kontrak untuk menjaga hutan. Mereka diberikan upah 2 juta per bulan per orang," kata Husaini saat ditemui usai acara Pertemuan Tingkat Tinggi Satuan Tugas Gubernur untuk Iklim dan Hutan (GCF) di Jakarta, kemarin.
Husaini mengatakan, orang-orang yang direkrut untuk menjaga hutan merupakan orang yang berasal dari sekitar kawasan hutan itu sendiri. Namun, mereka juga harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang diterima itu masyarakat lokal, mereka dikontrak yang masih layak usianya, pendidikannya juga," ujar Husaini.
Para penjaga hutan tersebut tidak bekerja sendiri. Mereka tergabung dalam Kesatuan Pengelola Hutan (KPH).
Di Aceh setidaknya ada 7 KPH yang tersebar di berbagai daerah. KPH memiliki tugas untuk melindungi, menjaga, mengamankan, menanam, memelihara dan memanfaatkan hutan.
Dalam memanfaatkan hutan, Husaini mengatakan KPH melibatkan masyarakat sekitar sampai dengan pengusaha untuk memanfaatkan hutan sesuai dengan peruntukkannya.
"Kalau mau mengelola hutan, getah pinus misalnya, kelompok, perorangan, atau koperasi tinggal buat perjanjian. Berapa lama mengelolanya, berapa luasnya, bagi hasil keuntungannya, tanpa melalui izin mekanisme yang panjang," kata Husaini. Ia juga mengatakan pengelola bisa bekerja sama lagi dengan pengusaha.
Untuk pembagian keuntungannya, dalam hal pengelolaan getah pinus tersebut, pihak pemerintah provinsi mendapatkan 10 persen dari harga jual, sementara kabupaten mendapat 5 persen. Sisanya untuk pengelola.
"Kalau harga jual 1 kilogram getah pinus Rp 12.000, berarti Rp 1.200 untuk provinsi, Rp 600 untuk kabupaten, sisanya untuk pengelola," ujarnya.
Husnaini mengatakan perekkrutan masyarakat lokal, terutama yang berada di kawasan sekitar hutan merupakan salah satu upaya untuk mengurangi kejahatan kehutanan. Jika pekerjaan masyarakat baik dan cukup untuk kebutuhannya, pelanggaran pun akan berkurang.
"Kemiskinan batasnya dekat sekali dengan pelanggaran. Kalau masyarakat miskin, cukong mudah masuk untuk menguasai masyarakat." katanya.
Menurut Husaini, pembentukan KPH ini membawa dampak yang baik bagi lingkungan hutan di Aceh. "Kami melihat justru setelah KPH ada, mereka banyak menangkap cukong kayu ilegal, masyarakat yang merambah hutan secara ilegal. Dulu tidak ada yang menangkap dan menangani," ujar Husaini.
Mereka yang tertangkap pun dipastikan Husnaini akan mendapatkan hukuman. Namun, jika nantinya pihak tersebut ingin mengelola lahan dengan benar pemerintah pun akan memberikan kesempatan.
"Bahkan ada juga penebang kayu yang akhirnya direkrut. Ada juga pengusaha yang mengakui bersalah, lalu mengembalikan kebun sawit dan dikembalikan menjadi hutan, kalau mau mengelola boleh ambil dan bagi hasil," kata Husnaini.
(hel)