Satgas Masyarakat Adat Diharapkan Sukses Lakukan Rekonsiliasi

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Kamis, 06 Agu 2015 05:42 WIB
Kondisi masyarakat adat masih sangat memprihatikan. Mereka kerap tersingkir dari tanahnya sendiri akibat konflik tenurial (lahan).
Suku Anak Dalam, Datuk Cemani, bersama istri dan cucunya Datuk Cemani di dalam gubuk tenda ukuran 1x1 meter, di Desa Kilis, Jambi, Jumat (17/4). (ANTARA FOTO/Regina Safri)
Jakarta, CNN Indonesia -- Deputi II Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi berharap Satuan Tugas (Satgas) Masyarakat Adat yang akan segera dibentuk dapat melakukan rekonsiliasi dan rehabilitasi terkait permasalahan antara masyarakat adat dan negara.

Rukka menjelaskan kondisi masyarakat adat masih sangat memprihatikan. Mereka kerap tersingkir dari tanahnya sendiri.

Konflik tenurial (lahan) kerap terjadi antara masyarakat adat dan perusahaan sebagai pelaku industri. Tidak adanya pengakuan atas lahan adat membuat masyarakat adat semakin tersingkir dan harus merelakan tanahnya sebagai kawasan industri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagi masyarakat adat, tanah mereka adalah hidup mereka. Mereka melakukan upacara dan mencari makan dari tanah mereka. Perampasan tanah sama saja dengan mengakhiri hidup mereka," kata Rukka saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (5/8).

Lebih lanjut, Rukka menjelaskan masyarakat adat sering kali menjadi kelompok paling miskin dan didiskriminasi secara berlapis. Pasalnya, bukan hanya tanah yang diambil secara paksa, masyarakat adat juga kerap tidak punya akses kepada layanan pemerintah.

AMAN mencatat ada sekitar 70 juta jiwa yang masuk dalam kategori masyarakat adat di Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru 17 juta orang yang menjadi anggota AMAN.

"Mayoritas masyarakat adat hidup berdampingan dengan konflik. Hanya sekitar lima persen dari 17 juta masyarakat adat (anggota AMAN) yang hidup damai dan aman," kata Rukka.

Pada 25 Juni 2015, terjadi pertemuan antara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. AMAN meminta Jokowi segera membentuk Satgas Masyarakat Adat.

Satgas ini berperan sebagai jembatan rekonsiliasi antara masyarakat adat dan negara serta melindungi hak-hak masyarakat adat.

Jokowi menyambut baik permintaan tersebut. Ia menilai satgas ini penting dalam menghentikan berbagai kriminalisasi masyarakat adat dan langkah awal memulihkan hak-hal masyarakat adat selama belum ada mekanisme permanen dan undang-undang (UU) perlindungan masyarakat adat.

Dari pertemuan tersebut, diambil langkah-langkah konkret dalam pembentukan satgas masyarakat adat. Saat ini draf keppres tentang pembentukan satgas masyarakat adat telah selesai disusun dan dibahas bersama oleh kalangan pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil.

Draf itu juga telah diserahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) Siti Nurbaya kepada Jokowi pada akhir Juli 2015. Saat ini, sekretaris kabinet tengah menunggu keppres itu untuk segera ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Rukka berharap satgas tersebut bisa berperan aktif memperbaiki hubungan antara masyarakat adat dengan pemerintah. Ia menilai selama ini masyarakat adat sudah terlalu lama menjadi korban pembangunan.

"Demi pembangunan, tanah mereka dirampas begitu saja. Negara mengklaim secara sepihak bahwa tanah adat itu adalah milik negara sehingga dengan mudah dipindahtangankan ke pelaku usaha," kata Rukka.

Ia juga berpendapat selama ini masyarakat adat juga sering hanya dipandang sebagai objek program kementerian. "Seharusnya masyarakat adat diposisikan sebagai pelaku. Mereka yang punya tanah, mereka pemilik negara ini," kata Rukka. (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER