Jakarta, CNN Indonesia -- Staf Khusus Sekretaris Kabinet (Seskab) Jaleswari Pramodhawardhani mengatakan pihaknya saat ini tengah menunggu draf keputusan presiden (keppres) mengenai satuan tugas masyarakat adat.
"Keppres belum masuk ke Seskab. Namun, semua proses, baik dari tahap diskusi sampai finalisasi sudah dilalui," kata Jaleswari saat konferensi pers di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (5/8).
Jaleswari mengatakan pihaknya juga telah menghubungi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi sekarang tinggal diserahkan ke Seskab. Begitu diserahkan, akan langsung diproses dan secepatnya ditandatangani Presiden," kata perempuan yang berlatar belakang pengamat militer tersebut.
Pada 25 Juni 2015, terjadi pertemuan antara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. AMAN meminta Jokowi segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Masyarakat Adat.
Satgas ini berperan sebagai jembatan rekonsiliasi antara masyarakat adat dan negara serta melindungi hak-hak masyarakat adat.
Jokowi menyambut baik permintaan tersebut. Ia menilai satgas ini penting dalam menghentikan berbagai kriminalisasi masyarakat adat dan langkah awal memulihkan hak-hal masyarakat adat selama belum ada mekanisme permanen dan undang-undang (UU) perlindungan masyarakat adat.
Dari pertemuan tersebut, diambil langkah-langkah konkret dalam pembentukan satgas masyarakat adat. Saat ini draf keppres tentang pembentukan satgas masyarakat adat telah selesai disusun dan dibahas bersama oleh kalangan pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil.
Draf itu juga telah diserahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) Siti Nurbaya kepada Jokowi pada akhir Juli 2015.
AMAN mendesak agar satgas ini langsung di bawah komando presiden. Salah satu tugas satgas ini adalah melakukan identifikasi dan verifikasi masyarakat hutan adat yang dipidana karena mempertahankan wilayah adatnya.
Deputi II Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi mengatakan saat ini ada 12 tahanan yang berasal dari masyarakat adat.
"Mereka menjadi korban kriminalisasi. Kami minta Jokowi segera membebaskan mereka," kata Rukka.
Satgas ini juga bertugas mengkaji dan melakukan kategorisasi seluruh kasus pelanggaran hak asasi manusia dan konflik agraria dan sosial. Setelah melakukan kajian dan kategorisasi, satgas diharapkan dapat mencari penyelesaian sesuai karakteristik kasus.
"Jadi satgas ini nantinya memberikan rekomendasi kepada Presiden terkait hal-hal tersebut," kata Rukka.
Selain itu, satgas ini juga bertanggung jawab menyiapkan pilihan tindakan cepat bagi Presiden terkait pengakuan, perlindungan, dan pemulihan hak masyarakat hutan adat.
"Saya pikir satgas ini tidak perlu memiliki waktu tugas yang terlalu panjang. Setahun saja cukup. Selesaikan semua masalah dan setelah itu satgas ini dibubarkan," kata Rukka.
Rukka berpendapat anggota satgas pun tidak cukup sekitar delapan orang. Rabu sore ini, ia mengatakan nama-nama calon anggota satgas akan diberikan kepada Jokowi.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Kementerian LHK Hadi Daryanto mengatakan calon anggota satgas haruslah orang yang sudah lama berkecimpung dalam isu masyarakat hukum adat.
"Anggotanya independen dan setidaknya pernah menggeluti persoalan masyarakat hukum adat selama 20 tahun," katanya.
AMAN mencatat ada sekitar 70 juta jiwa yang masuk dalam kategori masyarakat adat di Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru 17 juta orang yang menjadi anggota AMAN.
"Sebagian besar masyarakat adat hidup dalam situasi konflik. Hanya sekitar lima persen dari 17 juta masyarakat adat (anggota AMAN) yang hidup damai dan aman," kata Rukka.
(utd)