Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria meminta pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pemilu untuk mengantisipasi kemungkinan tetap adanya calon tunggal Kepala Daerah di beberapa daerah, meski Komisi Pemilihan Umum telah menambah masa waktu pendaftaran.
"Saran saya pemerintah harus mengeluarkan perppu soal calon tunggal untuk mengantisipasi istilah calon tunggal melawan kotak kosonng," ujar Riza kepada CNN Indonesia, Selasa (12/8).
Namun Riza menawarkan tiga opsi apabila nanti pemerintah pada akhirnya tidak mengeluarkan dan memilih menerapkan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang menyatakan daerah tersebut harus mengikuti pemilu pada periode selanjutnya yang telah ditetapkan oleh KPU di tahun 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Opsi pertama, untuk melawan kemungkinan kemenangan mutlak dari calon tunggal, Riza menyarankan KPU memberi syarat-syarat untuk dipenuhi oleh para calon, misalnya syarat dukungan dari masyarakat tempat pemilihannya mencapai 70-80%. Sehingga diharapkan ada keseriusan dalam proses pencalonannya sebagai kepala daerah.
"Selanjutnya, langsung dijadikan sebagai kepala daerah dengan dikeluarkan Surat Keterangan termasuk dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi pula," ujarnya.
Opsi ketiga, Riza meminta, KPU untuk membuka kembali pendaftaran bagi daerah yang masih bercalon pasangan tunggal. Namun konsekuensinya apabila ada penambahan waktu, sang calon akan terkurangi masa kampanyenya.
Menanggapi adanya kemungkinan adanya calon boneka dari proses pemilukada kali ini, Riza menyatakan, hal itu bukan barang baru di Indonesia. Calon boneka menurutnya telah ada saat periode pilkada sebelumnya.
"Dari dulu sudah ada, calon boneka dahulu disiapkan oleh beberapa partai melalui calon independen. Maka saya yakin kali ini tetap ada meski belum ditemukan," ujarnya.
Riza menjelaskan, munculnya calon boneka lantaran adanya peninggkatan syarat dukungan yang harus dimiliki oleh setiap calon saat akan mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah, antara lain memperoleh kursi 20-25% suara sah (berlaku bagi parpol yang memiliki kursi di DPRD), diajukan oleh pengurus yang sah sesuai tingkatannya, dan melampirkan persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai masing-masing.
"Presentase itu yang kadang membuat calon berfikir kembali untuk mendaftarkan diri sebagai kepala daerah. Selain itu calon perseorangan atau independen ditambah menjadi 3,5%," ujarnya.
Selanjutnya, putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan anggota DPR, DPD maupun DPRD harus mundur dari jabatannya bila telah resmi ditetapkan sebagai calon. Padahal Riza menilai, para anggota dewan merupakan calon-calon terbaik yang dimiliki partai, sehingga tidak perlu harus mundur dari jabatan meski mencalonkan diri sebagai calon.
Selain itu, politik dinasti mempengaruhi adanya calon tunggal maupun calon boneka. Riza menilai banyak partai lebih mendukung calon petahana maupun anggota keluarganya, karena pengalaman dan jaringan yang telah terbangun semasa menjabat sebagai kepala daerah.
"Mereka jelas punya potensi. Partai tidak perlu lagi membangun dari awal, maka diizinkannya politik dinasti didukung oleh para partai-partai," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM telah menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengatur calon tunggal dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Desember 2015 mendatang. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, mengaku telah mengajukan draf tersebut kepada Presiden Joko Widodo.
"Draf (payung hukum) sudah disiapkan. Kita lihat nanti dan presiden akan menilai dalam tujuh hari," kata Yasonna saat jumpa pers di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (10/8).
Meski Perppu sudah ada, Yasonna mengatakan presiden memiliki kewenangan penuh untuk menandatanganinya atau tidak. Jika ditandatangani, maka Perppu akan diajukan ke DPR untuk pengesahan.
(pit)