Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah memahami itikad pemerintah yang berniat melakukan pembubaran lembaga-lembaga yang dianggap sudah tidak diperlukan lagi.
Lembaga semi negara, demikian Fahri menyebutnya, dibentuk dengan tujuan sebagai lembaga transisi. Dalam banyak hal, ujar dia, pembentukan lembaga yang bersifat ad hoc itu muncul karena dilatarbelakangi kekecewaan terhadap lembaga lama yang terlebih dulu ada.
Fahri memberi contoh, ketika publik atau pemerintah kecewa terhadap kinerja Kementerian Hukum dan HAM, maka kemudian dibentuklah Komnas HAM. Ketika kinerja polisi dan jaksa disangsikan, maka dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi. Demikian seterusnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kini lembaga-lembaga yang ada sukses atau tidak? Memperkuat institusi atau tidak?" ujar Fahri di Gedung DPR, Kamis (27/8).
Fahri menilai pemerintahan Joko Widodo sudah berjalan pada jalur yang tepat dalam hal pengkajian lembaga-lembaga yang tidak diperlukan lagi. Elite Partai Keadilan Sejahtera itu menegaskan dalam posisi memberikan dukungan terhadap niatan pemerintah agar bisa melakukan penghematan dan meminimalisir kericuhan.
"Presiden di awal sudah membubarkan tujuh lembaga. Sekarang kajiannya sampai 148 lembaga semi negara. Banyak yang tidak diperlukan lagi. Hanya membuat pemborosan," kata dia.
Untuk itu, lanjut Fahri, mulai saat ini diperlukan kehati-hatian dalam membentuk undang-undang yang memandatkan pembentukan lembaga negara. Sebab pada akhirnya rentan memicu konflik kepentingan di antara sesama lembaga itu sendiri.
Terlebih apabila lembaga itu dibentuk dengan fungsi yang bersifat pengawasan, kata Fahri, yang diperkuat justru seharusnya DPR. Sebab DPR berdiri sebagai lembaga pengawasan yang dipilih langsung oleh rakyat yang telah memberikan mandatnya.
"Yang boleh bertengkar itu cuma DPR dan pemerintah. Kalau sesama pemerintah bertengkar itu tidak benar. Perlu ditertibkan," ujarnya.
(pit)