Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Tantowi Yahya menilai pengadaan gedung baru untuk anggota dewan sebagai sebuah kepentigan mendesak. Dia menganggap kondisi gedung DPR saat ini sudah tidak lagi mampu menampung ketersediaan anggota dewan yang juga turut dijejali jajaran staf ahli.
"Ada beberapa proyek yang sifatnya sangat mendesak. Misalnya perbaikan beberapa insfratuktur seperti lift dan perbaikan toilet. Jangan bandingkan dengan toilet kecamatan, tapi dengan lembaga tinggi lainnya," ujar Tantowi di Gedung DPR RI, Selasa (25/8).
Tantowi menyoroti urusan lift lantaran akses untuk menuju ruangan kerja sangat terbatas. Untuk mendapatkan lift saja bsa menbutuhkan waktu lebih dari 15 menit. Hal itu dinilai mengganggu efektifitas waktu terutama dengan mitra kerja.
Sementara itu, ruangan kerja anggota dewan saat ini dianggap sudah terlalu sumpek. Empat dari lima tenaga ahli Tantowi terpaksa kerja di luar kantor lantaran tidak kebagian ruangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tantowi menegaskan anggota dewan bukan berarti sedang mengenyampingkan kepentingan rakyat. Dia menegaskan pengadaan gedung baru pada akhirnya bisa diandalkan untuk mengoptimalkan kinerja para wakil rakyat di parlemen.
"Tentu (urusan rakyat) lebih penting. Tetapi bila ada sesuatu yang sudah dianggarkan dan itu tidak begitu besar dan tidak berpengaruh kepada postur APBN, tetap perlu diperjuangkan," kata Tantowi. (Baca juga:
Pembangunan Gedung DPR Buat Rakyat 'Naik Darah')
Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Ahmadi Noor Supit menyatakan taksiran biaya yang dibutuhkan untuk penataan kawasan kompleks parlemen mencapai kisaran Rp 2,7 triliun. Nilai tersebut didapat dari usulan yang telah dikoordinasikan Kesekjenan DPR dengan Kementerian Pekerjaan Umum.
"Dari perencanan yang ada, anggaran yang dibutuhkan hampir Rp 2,3 atau 2,7 triliun untuk multiyears sampai 2018 kalau tidak salah," kata Supit di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/8).
Berdasarkan pertemuan bersama pimpinan DPR dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang turut dihadiri Banggar semalam, Supit mendapati tujuh mega proyek yang direncanakan DPR itu belum diakomodir dalam nota keuangan RAPBN 2016.
Sebelumnya, pihak DPR berkilah batalnya penandatangan prasasti oleh Presiden Joko Widodo di 14 Agustus 2015 lalu, hal itu tidak akan menggagalkan pencanangan gedung baru, namun sangat jelas sikap Jokowi cukup beralasan mengingat ternyata Jokowi baru saja mengeluarkan aturan berupa moratorium pembangunan gedung bagi kementerian dan lembaga. (Baca juga:
Kinerja Rendah, DPR Tak Pantas Bicara Proyek Pembangunan)Moratorium tersebut tertuang dalam Surat Menteri Keuangan tertanggal 16 Desember 2014 perihal; Penundaan/Moratorium Pembangunan Gedung Kantor Kementerian/Lembaga. Surat itu dibuat menindaklanjuti arahan presiden pada Sidang Kabinet 3 Desember 2014, dan berlaku di luar pembangunan gedung pelayanan umum seperti rumah sakit dan sekolah.
Merujuk pada Surat Menkeu bernomor S-842/MK.02/2014, menyebutkan, "penundaan atau moratorium pembangunan gedung pemerintahan berlaku untuk pembangunan gedung kantor baru pemerintah yang akan dibangun mulai tahun 2015." (Baca juga:
Andrinof: Mega Proyek DPR Tak Ada di RAPBN 2016)
Fokus:
Kontroversi Megaproyek DPR RI (pit)