Jakarta, CNN Indonesia -- Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri dan istrinya, Suzanna Budi Antoni, bakal diadili di meja hijau. Berkas penyelidikan kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Morotai di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjeratnya, kini telah rampung dirumuskan.
"Hari ini kami baru saja menerima pelimpahan berkas perkara tersangka dan barang bukti dari jaksa penuntut umum," kata pengacara Budi, Sirra Prayuna di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/9).
Hingga kini, Sirra beranggapan sidang akan digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sirra mengutip, jaksa menyebutkan jumlah saksi yang dihadirkan sebanyak 24 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkas perkara suami istri ini disatukan dalam sebuah dakwaan. Alhasil, sidang keduanya akan digelar bersamaan. Hal serupa pernah dilakukan KPK untuk perkara suap sengketa Pilkada Wali Kota Palembang yang menjerat Romi Herton dan istrinya, Masyitoh.
"Tinggal tunggu saja dilimpahkan ke pengadilan. Tidak ada menyeret siapa-siapa, nanti dibuktikan," kata Sirra.
Kliennya disangka menyuap mantan Ketua MK Akil Mochtar senilai Rp 10 miliar dan US$ 500 ribu. Alasannya, untuk memuluskan gugatan yang dilayangkan ke MK.
Merujuk risalah sidang sengketa Nomor: 71/PHPU.D-XI/2013 pada tanggal 31 Juli 2013, majelis hakim MK membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang yang memenangkan Joncik Muhammad dan Ali Halimi.
Majelis hakim yang diketuai Akil Mochtar itu memutuskan pemenang yang sah adalah Budi Antoni Aljufri dan Syahril Hanafiah.
MK memutuskan Budi Antoni dan Syahril meraup 63.027 suara sah. Sementara Joncik dan Ali hanya mengantongi 62.051 suara. Pasangan lainnya, Syamsul Bahri dan Ahmad Fahruruzam sebanyak 3.456 suara
Dalam proses persidangan, KPK mengendus adanya transaksi suap. Kedua pasangan pun diduga melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selain itu, keduanya disangka telah memberikan keterangan palsu saat bersaksi untuk Akil di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Mereka dijerat pasal 22 juncto pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
(meg)