Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung mendukung keberadaan pasal yang mengatur perlindungan kepala negara dan wakilnya dari penghinaan dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto, perlindungan hukum bagi Presiden dan Wakil Presiden dari penghinaan harus tetap dipertahankan dalam RUU KUHP. Namun, penyesuaian harus dilakukan oleh DPR untuk memutus sanksi yang diberikan kepada penghina Presiden dan Wakil Presiden kedepannya.
Penyesuaian harus dilakukan karena pasal yang mengatur penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam RUU KUHP bertentangan dengan Putusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2006.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasal yang mengatur perlindungan kepala dan wakil kepala negara dari penghinaan menimbulkan ambivalensi (pertentangan). Kami berpendapat pasal itu dipertahankan, tetapi dengan catatan delik tersebut dijadikan delik aduan," ujar Nirwanto saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Komisi III dengan Kejagung di Kompleks DPR, Senin (7/9).
Pada 2006 lalu, MK telah mencabut pasal penghinaan terhadap Presiden dalam UU KUHP karena dianggap bertentangan dengan semangat demokrasi. Namun, pasal yang sama kembali muncul dalam draf usulan RUU KUHP dari Pemerintah kepada DPR saat ini.
Pasal penghinaan presiden yang telah dibatalkan MK berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden dan Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Kategori IV."
Ruang lingkup pasal itu di RUU KUHP kini diperluas dengan bunyi, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga telah menyatakan tak keberatan apabila pasal penghinaan Presiden ditolak oleh masyarakat maupun DPR. Menurutnya, dia hanya melanjutkan draf Rancangan UU KUHP yang telah disusun oleh pemerintah sebelumnya.
“Ini hanya rancangan. Kalau memang tak ingin (ada pasal penghinaan presiden), ya terserah. Nanti wakil-wakil rakyat yang memutuskan. Pemerintah yang lalu juga usulkan (pasal) itu. Kami melanjutkan, memasukkannya lagi (ke RUU KUHP),” kata Jokowi.
(sip)