Jakarta, CNN Indonesia -- Koordinator Bidang Korupsi dan Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai Dewan Perwakilan Rakyat mengalami penurunan kualitas dan kuantitas secara kelembagaan. Hal tersebut terlihat dari minimnya produk legislasi yang dihasilkan dan kebijakan yang tidak pro rakyat.
"Saya melihat pasca reformasi kualitas DPR justru menurun. Kita bisa melihat dari undang-undang yang dihasilkan sejak keterpilihan anggota baru," ujarnya kepada CNN Indonesia, Jumat (28/8).
Donal mengatakan bukti lain merosotnya kualitas DPR terlihat dari beberapa program penganggaran yang justru menguntungkan internal DPR, bukan mengarah pada peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Donal penyebab minimnya pengesahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) oleh DPR adalah akibat dari adanya pembelahan di internal beberapa waktu lalu. (Baca:
Prolegnas 2015 Mandek, DPR Kewalahan Rampungkan RUU Prioritas)
Namun, meski permasalahan tersebut telah usai, DPR sama sekali tidak menunjukkan itikadnya untuk mempercepat penyelesaian beberapa Rancangan UU yang telah ditetapkan.
"Permasalahan dari terbelahnya dua kubu jelas berdampak pada terabaikannya kepentingan rakyat," ujarnya. (Baca:
Refleksi Inaugurasi ke-70, DPR Sibuk Urus Gedung dan Kasus)
Donal juga mengaku, di hari jadinya DPR yang ke-70, saat ini DPR seolah tidak mendukung program pencegahan korupsi di Indonesia. Padahal ia berharap, DPR bisa mensuksesikan program tersebut untuk memulihkan citra yang saat ini dinilai buruk oleh masyarakat.
"Kami tetap ucapkan selamat ulang tahun bagi DPR, semoga anti korupsi," ujarnya.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat hari ini menggelar peringatan ulang tahun ke-70. Perayaan ditandai dengan digelarnya sidang paripurna di Gedung Kura-Kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/7). (Baca:
Ulang Tahun ke-70, DPR Sampaikan Laporan Kerja)
Ketua DPR RI Setya Novanto menyampaikan tugas DPR periode kepemimpinannya terdapat sejumlah tantangan yang mesti dihadapi. Tantangan itu muncul sejak DPR pertama kali berusaha mengakomodasi alat kelengkapan dewan yang pada praktiknya diwarnai dengan perdebatan alot.
"Tidak mudah bagi DPR yang baru untuk menyambung jembatan pengertian akibat munculnya dua blok aspirasi hasil dari pemilihan presiden secara langsung dan terbelah sejak awal," ujar Setya dalam pidatonya.
(obs/obs)