Kementerian Bantah Tutup 243 Kampus Bermasalah

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Selasa, 06 Okt 2015 08:23 WIB
Sebanyak 243 Perguruan Tinggi dikabarkan dibekukan karena bermasalah. Namun Kemenristekdikti menyatakan jumlah tersebut bukan angka resmi pemerintah.
Ilustrasi. (ANTARA/Herman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi secara resmi belum mengeluarkan jumlah perguruan tinggi yang dinonaktifkan karena dianggap bermasalah. Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Tinggi Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti, mengoreksi jumlah yang sebelumnya beredar, yakni 243 perguruan tinggi.

"Pemerintah, dalam hal ini Kemenristekdikti, belum mengeluarkan angka resmi. Tapi di pangkalan data, sudah ada (perguruan tinggi) yang dinonaktifkan," kata Ghufron di Jakarta.

Kabar adanya ratusan perguruan tinggi yang dinonaktifkan itu, ujar Ghufron, diambil berdasarkan data dari pengamat pendidikan. Data itu kemudian dicatat di situs Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Angka 243 yang dinonaktifkan itu sebetulnya bukan angka resmi dari Kementerian Ristek Dikti," kata dia.

Penonaktifan kampus tercatat di pangkalan data. Mereka yang tidak menyerahkan laporan, akan ditutup di pangkalan data.

"Artinya mahasiswa masih bisa tetap kuliah. Ini yang orang sering salah kira," ujar Ghufron.

Penonaktifan perguruan tinggi dilakukan jika izin bermasalah, rasio antara dosen dan mahasiswa kurang memadai, dan tidak memberikan laporan rutin ke pangkalan data. Sesuai aturan, perguruan tinggi yang semacam itu akan dikenakan sanksi.

"Tapi kalau persyaratan yang dilanggar tadi dipenuhi, tentu diberikan kesempatan untuk aktif kembali," ujar Ghufron.

Proses mengaktifkan kembali bisa terbilang cepat. "Hitungan minggu, kalau memang syarat dipenuhi," kata Ghufron.

Meski begitu, verifikasi tetap dilakukan selama proses pemberian nomor induk untuk pengajar. Ghufron mengatakan, ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi dosen. Beberapa di antaranya yaitu memiliki kualifikasi dosen dan mengajar minimal satu semester dalam satu tahun.

Ghufron mengimbau agar perguruan tinggi yang dinilai "abal-abal" segera mendaftarkan dosennya yang belum memiliki nomor induk ke Kementerian Ritekdikti. Ini untuk memenuhi salah satu persyaratan agar kampusnya dicabut dari status nonaktif.

Langkah ini, menurut Ghufron, terobosan paling spektakuler lantaran selama bertahun-tahun perguruan tinggi kesulitan melakukan rekrutmen dosen.

"Bertahun-tahun bingung bagaimana merekrut dosen dengan mudah. Namun melalui Peraturan Menteri Nomor 26 tahun 2015, kami akui dosen dengan Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK)," ujarnya. (utd)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER