Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki menilai kewenangan sadap dalam RUU KPK usulan DPR justru tak efisien. Akuntabilitas penyadapan melalui perizinan Pengadilan Negeri seperti termaktub dalam Pasal 14 RUU KPK itu pun dinilai melemahkan KPK. KPK yang selama ini melakukan operasi tangkap tangan dalam masa penyelidikan, justru dapat terhambat dengan izin tersebut.
"Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2003, kewenangan penyadapan KPK tidak melanggar konstitusi sehingga perlu dipertahankan," kata Ruki saat jumpa pers di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (7/10).
Selama ini, Rukie berpendapat kewenangan penyadapan justru menyokong keberhasilan KPK memberantas korupsi. Jika dicabut, jelas akan melemahkan upaya-upaya pembersihan Indonesia dari korupsi. "Penyadapan itu legal by regulated (legal diatur dalam undang-undang), bukan court order (perintah pengadilan). Bukan izin pengadilan," ujar Ruki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini, penyadapan oleh KPK dilakukan saat masa penyelidikan untuk memuluskan operasi tangkap tangan. KPK berusaha memergoki langsung terduga pelaku yang tengah bertransaksi.
Namun, jika sadap harus melalui pengadilan maka penyadapan dapat diketahui oleh pihak eksternal. "Kalau sadapan pindah ke penyidikan, ya apa yang dilakukan KPK? Bisa hilang itu (wewenangnya)," kata Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indiryanto Seno Adji
Indriyanto menambahkan, KPK adalah lembaga khusus yang tak perlu meminta izin pengadilan untuk tiap kegiatannya termasuk penyadapan. "Secara historis lembaga yang
trigger di manapaun di seluruh dunia pasti punya kewenangan khusus. Itu karakter lembaga khusus," katanya.
Merujuk revisi tersebut, Indriyanto menjelaskan justru bertentangan dengan kekhususan yang dimiliki komisi antirasuah, termasuk dalam penyadapan. "Yang harus diperhatikan evaluasi dan audit proses penyadapan, bukan secara umum yang perlu izin yang dinamakan legal by court order, jadi basisnya lain," ujarnya.
Audit penyadapan kepada lembaga antirasuah pernah dilakukan ketika Kementerian Komunikasi dan Informatika dipimpin oleh menteri sebelumnya, Tifatul Sembiring. Namun, kerja sama terhenti ketika masa pimpinan Rudiantara. "Intinya audit atau apapun itu hanya nama menurut saya, yang penting ada proses
governance di KPK yang akan diterapkan dan itu kan yang akan kita bicarakan secara teknis bagaimana agar
governance itu tetap berjalan di KPK," kata Menteri Rudiantara usai menyaksikan teken ulang kontrak kerja sama penyadapan KPK dengan dua operator yakni Indosat dan Telkomsel, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/10).
Audit, menurutnya akan dilakukan oleh pihak ketiga di luar KPK agar klaim yang selama ini digemborkan dapat dibuktikan.
(bag)