Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menilai Rancangan Undang-Undang Pengampunan Nasional perlu dikaji lebih jauh terkait penerapannya pada pelaku tindak pidana korupsi. Yasonna melihat terdapat sisi negatif dan positif dalam rancangan beleid ini.
"Misal kalau korupsi uang ditaruh di luar tidak ada manfaatnya untuk kita. Kita di sini tidak ada manfaat. Negara lain cocok-cocok saja. Mau saja mereka," kata Yasonna di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Jumat (9/10).
Meski begitu Yasonna menegaskan tak berarti pidana korupsi dapat diberi ampunan begitu saja terutama terkait sanksi pidana penjara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam draf RUU Pengampunan Nasional yang diperoleh CNN Indonesia disebutkan pemerintah menjanjikan pengampunan bagi setiap individu dan badan usaha berupa penghapusan sanksi administrasi perpajakan, sanksi pidana pajak, hingga sanksi pidana umum. Namun, ada kasus penyelewengan uang negara yang tak bisa diampuni seperti kasus terorisme, narkotika, dan perdagangan manusia.
"Memang di beberapa negara ada kebijakan seperti itu. Kalau pikiran anggota DPR, kalau uang itu tetap di sana ya tetap saja di luar. Tidak masuk-masuk kemari. Padahal itu uang pengusaha kita di sini. Mengapa tidak dibayar pajaknya di sini?" kata Yasonna.
Syarat pengampunan adalah uang tersebut harus dikembalikan sepenuhnya kepada negara. Setiap pelaku tindak pidana harus membayar uang tebusan dengan tarif berjenjang yang naik secara periodik mulai dari 3 persen hingga 8 persen dari total harta yang dilaporkan.
Salah satu klausul dalam draf beleid tersebut menjelaskan pengampunan nasional diberikan kepada setiap warga negara yang melaporkan seluruh hartanya baik yang berada di dalam maupun di luar negeri dalam Surat Permohonan Pengampunan Nasional (SPPN).
Ihwal masa pengampunan dan pelaporan harta kekayaan selama periode Oktober-Desember 2015 pemerintah akan mengenakan tarif uang tebusan sebesar 3 persen dari total harta yang dilaporkan.
Tarif uang tebusan akan dinaikkan menjadi 5 persen dari total harta bagi warga negara yang meminta pengampunan nasional dan melaporkan harta kekayaannya pada Januari-Juni 2016. Rencananya, tarif uang tebusan akan dikenakan sebesar 8 persen dari total harta untuk masa pengampunan dan pelaporan harta kekayaan pada paruh kedua (Juli-Desember) 2016 mendatang.
Anggota DPR, Misbakhun, memastikan fasilitas tax amnesty tak diberikan untuk para koruptor. "Orang yang terkena kasus korupsi tidak bisa menggunakan dananya dalam
tax amnesty. Orang yang sedang berproses dalam pengadilan tipikor juga enggak bisa mengikuti
tax amnesty. Jadi jangan diartikan dan dipersepsikan yang salah tentang pengampunan pajak ini,” ujar Misbakhun di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (7/10) malam.
(bag)