Jokowi Tak Disarankan Rombak Kabinet di Tahun Kerja Kedua

Abraham Utama | CNN Indonesia
Rabu, 21 Okt 2015 09:21 WIB
Pengamat menilai, jika di tahun kedua Presiden Jokowi masih membongkar-pasang kabinet, maka kecil kemungkinan misi 'kerja-kerja-kerja' akan dapat terealisasi.
Presiden Joko Widodo (kanan) menjawab sejumlah pertanyaan dari perwakilan siswa sekolah dasar se-Jabodetabek yang berperan sebagai reporter cilik di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/10). (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah setahun menduduki kursi kepemimpinan, Presiden Joko Widodo dinilai sudah cukup memelajari perpolitikan nasional, termasuk mengenali perilaku dan pola tindak aktor politik maupun para ahli di sektor-sektor pembangunan.

Sejumlah pengamat politik pun menyarankan agar Jokowi tidak kembali merombak Kabinet Kerja tahun depan. Direktur Eksekutif Saiful Munjani Research and Consulting, Djayadi Hanan, menuturkan reshuffle kabinet rentan menimbulkan kegaduhan politik.

Jika Jokowi kembali memutuskan merombak jajaran anak buahnya, Djayadi memprediksikan Jokowi bakal sibuk mengurusi pertarungan politik dan tidak fokus menyelesaikan agenda pembangunan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tahun depan harus fokus membangun ekonomi. Hal-hal yang potensial mengganggu stabilitas politik harus dilakukan paling tidak hingga akhir tahun ini," ujarnya di Jakarta, Selasa (20/10).

Pada kesempatan yang sama, peneliti senior Centre for Strategic and International Studies Joseph Kristiadi juga menyatakan hal serupa.
"Konflik kepentingan di lingkaran dalam sulit untuk dikelola," katanya.

Djayadi memaparkan, rentang waktu 365 hari seharusnya cukup bagi Jokowi untuk mengevaluasi kinerja para menterinya. Dia mengatakan, bagi Jokowi tahun 2015 merupakan tahun konsolidasi. Akan tetapi, tahun 2016 harus menjadi tahun realisasi 'kerja, kerja, kerja'.

Kalaupun Jokowi terpaksa melakukan reshuffle, Djayadi mendorong presiden ketujuh Indonesia itu untuk berhati-hati dan perhatikan stabilitas dukungan pemerintah di parlemen.

Menurutnya, Jokowi hanya memiliki dua pilihan: mengurangi jatah menteri dari partai maupun profesional atau mengganti menteri dengan latar belakang yang sama.

"Kalau mengurangi menteri dari non-partai, Jokowi perlu menerangkan alasannya kepada publik karena dia pernah berjanji pada masyarakat, kabinetnya tidak akan berat ke partai," ujar Djayadi.

Adapun, jika jatah menteri berbasis partai politik, Djayadi menyarankan Jokowi untuk mengelola hubungannya dengan partai-partai agar tidak ada kegaduhan yang menggangu kinerja pemerintah.

"Pada dasarnya kan partai tidak ingin jatah mereka berkurang. Malahan, kalau bisa jatah mereka di kabinet bertambah," katanya. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER